Kilometer.co.id Jakarta Kerukunan dan toleransi menjadi langkap panjang yang terus diperjuangankan oleh seluruh eleman negeri ini. Keluarga, lingkungan masayarakat dan negara memiliki tanggung jawab yang sama besarkan untuk menciptakan kedamaian tanpa memandang perbedaan suku, agama dan ras. Sebagai bentuk refleksi akhir tahun, Komisi Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (KKC PGI), memproduksi film pendek yang berjudul ‘Tuhan Apakah Kau Serumit Itu?’.
Pemutaran film pendek digelar di Ghra PGI, Salemba, Jakarta (28/12), dilatarbelakakngi kisah persahabatan Fatima dan Kristian sejak kanak-kanak. Namun, persahabatan mereka mendapat penolakan dari kedua orang tua mereka terkait prinsip agama yang mereka yakini (Islam-Kristen). Jhosey Khara selaku sutradara mengedapankan realitas perbedaan kayakinan yang hingga saat ini kerap menghantui ralasi antar anak muda.
Lamtiur Simorangkir selaku penulis skenario dan pengarah film lebih dahulu melakukan observasi, terikat dengan perbedaan agama. “Pemikiran orang tua seperti dalam film ini, masih banyak terjadi dalam kehidupan kita. Film ini sangat dekat dengan kita. Kam memiliki pengharapan agar film ini dapat menggugah banyak pihak dan juga agam muda khususnya untuk terus memperjuangkan kesetaraan.”
Ditambahkan oleh Lamtiur, ide cerita dan penulisan naskah dikemas dengan sangat sangat berhati-hati, kerena terkait dengan agama lain. “Melalui film ini, kami ini ada ruang diskusi yang membangun. Solusi mungkin butuh waktu untuk merealisasikannya,” ujar Lamtiur sekaligus memperkenalkan peranan Fatima yang diperankan Miranti dan Christian yang diperankan Stefanus dengan sangat baik.
Pdt. Jimmy Sormin selaku Sekretaris Eksekutif Kesaksian dan Keutuhan Ciptaan PGI mengatakan film ini bermula dari kegelisahan anak muda, generasi Z dan Milenial. “Generasi x milieal terkait dengan penggunaan media sosial. Cara beragama di generasi x tidak lagi konvensional, sehingga pemahaman tentang keimanan sudah banyak disajikan melalui media gidital. Selain itu kebutuhan spiritual anak muda zaman sekarang tidak penting apakan sumber tersebut memiliki pengetahuan teologi yang baik.
Hasil survei yang dibuat untuk mahasiswa, mereka sangat sensitif bila terjadi diskriminasi pada kelompok agama tertentu. Walaupun memiliki perbedaan agama, tapi melihat agama lain mengalami persikusi, anak muda zaman ini akan bereaksi marah yang diungkapkan melalui media sosialnya. “Adanya ruang-ruang perjumpaan digital membuat anak-anak muda bisa memahami agama lain. Tantangan nya, apakah kita akan bertahan dengan situasi seperti ini terus, atau keluar dan menghancurkan sekat yang ada,” ujar Pdt. Jimmy.
Telah diskusi terkait film, KKC PGI juga menggelar refleksi akhir tahun dengan mengundang Yendra mewakili Komunitas Keagamaan Ahmadiyah, Engkus Ruswana (Kemunitas Penghayatan/ Masyarakat Adat, Aan Rianti (Sematha), Yukkum (Kelompok Disabilitas), Ronald Tapilatu (Pengungsi Papua), Dewi Kanti (Perempuan dan Anak), dan Andreas Harsono (KBB di Sekolah). Masing-masing narasumber memaparkan refleksinya dalam bentuk 500-1000 kata terkait isu yang hendak dipaparkan.
Grollus