Kilometer.co-Jakarta – World Wetlands Day (Hari Lahan Basah Sedunia), yang diperingati pada 2 Februari. Hari Lahan Basah Sedunia diperingati sebagai tindak lanjut kesepakatan dalam Konvensi Ramsar. Konvensi Ramsar adalah suatu Konvensi Internasional tentang lahan basah tanggal 2 Februari 1971.
Indonesia masuk menjadi anggota Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres 48 th 1991 yang merupakan Ratifikasi Konvensi Ramsar di Indonesia.
Pada tahun 1996, sebagai salah satu hasil pertemuan para anggota Konvensi Ramsar, ditetapkan bahwa tanggal 2 Februari adalah Hari Lahan Basah Sedunia. Pada tahun 1997, Hari Lahan Basah Sedunia untuk pertama kalinya diperingati di seluruh dunia oleh negara-negara anggota Konvensi Ramsar. Sebut Fawer Sihite Ketua Bidang Hubungan Internasional PP GMKI.
Lahan basah antara lain bakau, lahan gambut, rawa-rawa, sungai, danau, delta, daerah dataran banjir, sawah, dan terumbu karang. Lahan basah ada di setiap negara dan di setiap zona iklim, dari daerah kutub sampai daerah tropis. Di area perkotaan pun terdapat lahan basah.
Terang Fawer; Berdasarkan data Global Wetlands pada tahun 2019, Indonesia memiliki lahan gambut terbesar kedua di dunia dengan luas mencapai 22,5 juta hektare (ha). Sedangkan urutan pertama ditempati Brazil dengan luas lahan gambut sebesar 31,1 juta ha.
Provinsi pemilik lahan gambut terbesar adalah Papua dengan luas 6,3 juta ha. Disusul kemudian Kalimantan Tengah (2,7 juta ha), Riau (2,2 juta ha), Kalimantan Barat (1,8 juta ha) dan Sumatera Selatan (1,7 juta ha). Selain itu ada Papua Barat (1,3 juta ha), Kalimantan Timur (0,9 juta ha) serta Kalimantan Utara, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan yang masing-masing memiliki 0,6 juta ha.
Berdasarkan data diatas Indonesia merupakan negara yang kaya lahan basanya, namun sekaligus juga membuktikan kerawanan terhadap bencana alam dan Indonesia adalah negara kepulauan terbesar yang terletak diantara dua lempeng benua yang menjadikan negara kepulauan ini memiliki risiko bencana gempa, letusan gunung berapi, tsunami, banjir dan tanah longsor 10 kali lebih besar dibandingkan dengan negara lainya. Pungkas Jefri Gultom selaku Ketua Umum PP GMKI.
Kondisi ini diperparah dengan predikat Indonesia as a tropical country yang memiliki tingkat kerentanan terhadap dampak perubahan iklim yang cukup tinggi.
Jefri Gultom menambahkan Kegiatan manusia yang tidak melindungi, tidak menjaga, bahkan merusak demi beberapa alasan (terutama berlatar belakang ekonomi) adalah faktor utama penyebab terjadinya berbagai kerusakan dan bencana di muka bumi. Beberapa dekade terakhir bahkan bencana meningkat secara drastis, seiring dengan semakin parahnya perubahan iklim yang berkontribusi terhadap cuaca yang lebih ekstrim dan semakin tidak terduga.
Degradasi dan kerusakan ekosistem turut meningkatkan kerawanan ekosistem terhadap bencana. Lahan basah yang kondisinya masih baik haruslah dijaga dan dipertahankan, sementara lahan basah yang telah terdegradasi dan rusak harus segera dipulihkan dan dikembalikan fungsi serta manfaatnya, agar ekosistem kembali menjadi kuat.
“A strong wetland ecosystem will reduce the risk of disaster for the ecosystem itself and the people living around it.” Ekosistem lahan basah yang kuat akan mengurangi risiko bencana bagi ekosistem itu sendiri dan masyarakat yang tinggal di sekitarnya.
Frekuensi bencana di hampir seluruh belahan dunia terus meningkat, bahkan dalam 35 tahun terakhir frekuensinya meningkat lebih dari dua kali lipat (Sumber: Konvensi Ramsar).