Jakarta, kilometer.co.id – Kelompok relawan Jokowi-Maruf yang dikenal dengan nama “Poros Benhil” menggelar kegiatan focus group discussion di Tiku Café, Jl. Danau Toba, Pejompongan, Jakarta Pusat (Selasa, 21/05). Kegiatan yang diberi nama focus group discussion aktifis 98 dan mahasiswa ini mengangkat topik ‘Perlukah People Power di Jaman Now”.
Acara yang dihadiri para aktivis 98 dan perwakilan mahasiswa dari beberapa kampus ini memulai acara setelah buka puasa bersama, kemudian dilanjutkan dengan Prosesi Peringatan 21 Tahun Reformasi, baru kemudian diskusi terbatas. Hadir sebagai Pembicara tokoh muda Papua Hendrik Yance Udam dan aktivis 98 Aznil Tan.
Aznil Tan mengatakan, bahwa upaya gerakan People Power yang hendak dilakukan pasca penetapan hasil Pemilu 2019 merupakan gerakan politik yang tidak murni lahir dari rakyat. Karena menurut aktivis 98 ini, “Motifnya sangat kuat didasari tidak terimanya kekalahan dari hasil perolehan suara Pemilu pada tanggal 17 April 2019 oleh salah satu pihak kontestan pasangan Capres yang berkompetisi Pemilu 2019,” Lebih lanjut disampaikan, dalam sejarah people power di Indonesia (People Power Kemerdekaan Indonesia1945, People Power 1966, dan People Power 1998) adalah gerakan rakyat untuk menuntut perubahan sistem bukan bertujuan merebut kekuasaan. dalam sejarah people power di Indonesia (People Power Kemerdekaan Indonesia1945, People Power 1966, dan People Power 1998) adalah gerakan rakyat untuk menuntut perubahan sistem bukan bertujuan merebut kekuasaan.
Hendrik Yance Udam, Ketua Umum Gerakan Cinta NKRI, lebih mengedepankan betapa pentingnya menjaga Pancasila dan Kesatuan NKRI. Secara terpisah Hendrik mengingatkan agar elit politik tidak hanya sekedar bernafsu mengejar kekuasaan, tetapi sebaiknya berpolitik untuk membawa bangsa ini kepada persatuan dan kesejahteraan. Hendrik dengan tegas mempersoalkan elit politik yang mencoba untuk memecah Papua.
Penghujung acara, Poros Benhil mengeluarkan 5 rekomendasi sebagai berikut : 1. Upaya gerakan People Power yang hendak dilakukan pasca penetapan hasil Pemilu 2019 adalah merupakan gerakan politik yang tidak murni lahir dari rakyat. Hal ini motifnya sangat kuat didasari tidak terimanya kekalahan dari hasil perolehan suara Pemilu pada tanggal 17 April 2019 oleh salah satu pihak kontestan pasangan Capres yang berkompetisi Pemilu 2019. Dalam sejarah people power di Indonesia (People Power Kemerdekaan Indonesia 1945, People Power 1966, dan People Power 1998) adalah gerakan rakyat untuk menuntut perubahan sistem bukan bertujuan merebut kekuasaan.
2. Aktivis 98 dan mahasiswa menuntut Presiden terpilih 2019 Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Wakil Presiden KH. Ma’ruf Amin untuk menuntaskan agenda-agenda reformasi serta menyelesaikan kasus pelanggaran HAM. 3. Aktivis 98 dan mahasiswa tetap hadir mengkritisi dan mengkoreksi pemerintahan untuk mewujudkan akyat Indonesia yang sejahtera, negara yang berdaulat, berdikari, berbudaya luhur, serta negara yang modern dan maju.
4. Mahasiswa siap melakukan People Power apabila pemerintahan berkuasa transaksional dan bekerja untuk kepentingan elit-elit politik busuk dan korup. 5. Menghimbau elit-elit politik sekarang tidak menumbalkan rakyat dan melakulan kegaduhan nasional untuk politik praktis dan bargaining position.
Rekomendasi tersebut di tanda-tangani di Jakarta, 21 Mei 2019. Adapun nama-nama yang menandatanganinya adalah : 1. Perwakilan Aktivis 98 : 1. Aznil Tan (Alumni UMB), 2. Denny Agiel (Alumni YAI), 3. Akhrom Saleh (Alumni UBK), 4. Mizar (Alumni UMB), 5. Juffry Lumintang (Alumni Sam Ratulangi), 6. Hendrik Yance Udam (Alumni Uncen), 7. Ali Sutera (Alumni UNPAR), 8. Irwan Nulhakim (Alumni IPB), 9. Jeanny (Alumni ASMI).
Untuk Perwakilan mahasiswa, ditandatangani oleh 1. Ismaun Isman (UNAS), 2. Hardi Gunawan (UMB), 3. M. Azlansyah (UMJ), 4 Miftahul Rahman (UNAS), 5. Asrul (Universitas Kosgoro), 6. Ahmad Ropi Djunedi (UMB), 7. Dimas Maulana (UMB), 8.Della (UKJ), . Bahar (UNAS)