MENSORGAKAN BUMI INDONESIA

Kilometer.co.id Jakarta Buku yang kuhadirkan pertama untuk menyambut kolokium ini berjudul, “Kesadaran Matahari: Jalan Cahaya Menuju Bumi Surgawi.” Buku serius yang mendedikasikan “ilmu spiritualis sebagai cara bagi manusia menjadi perealisasi syorga Indonesia” ini diterbitkan oleh Mahadaya (Yogyakarta), ditulis oleh Setyo Hajar Dewantoro, dan diterbitkan pertama pada Agustus 2021.

Ada lima bagian dari cara penulis memahamkan apa itu inspirasi, apa itu perjuangan, apa itu kejayaan, apa itu ksatria cahaya, dan apa itu sabda.

Sesungguhnya buku ini seperti memoar penulis yang ditulis demikian apik dan runut: tentang perjalanan dirinya secara spiritual menyaksikan peradaban besar di masa lalu dan kontekstualisasinya. Jalan itu penulis sebut “hening cipta.” Satu jalan untuk menemukan kesejatian dan kebahagiaan dengsn ketekunan mempraktekkan keheningan. Dalam keheningan itulah kita bisa menyadari keberadaanNya di ujung tarikan nafas yang natural. Dia berada di ruang paling suci dalam diri kita, di pusat hati (sanctum).

Tahapannya ada tiga, shanaya, shambala, dan shangrilla. Setelah melewati ketiganya, para pelaku spiritual bisa menciptakan komunitas epistemik untuk bertransformasi menjadi agensi Tuhan ala ksatria cahaya demi tercapainya pilar bumi surgawi untuk melahirkan Indonesia sebaga tanah sorga, bumi sorgawi, baldah toyyibah, eden in the east.

Penulis secara ceria mengajak pembaca membuka wawasan tentang spiritualitas, metodanya, perjalanannya dan memberikan pemahaman tentang bagaimana rekayasa kehidupan telah menjauhkan kita dari hidup yang indah dan agung. Kehidupan kita telah paripurna sekuler sehingga hal-hal spiritual tak tertertradisi. Semua menjadi profan. Semua kehilangan sakralitas.

Di buku ini, penulis juga mengungkap kelompok kecil yang memanipulasi dunia, mulai dari organisasi rahasia hingga lembaga internasional dan korporasi multinasional dalam urusan kemanusiaan dan kenegaraan.

Jika kita baca karyanya, baik buku maupun ceramah serta tulisannya, penulis memang menegaskan bahwa apa yang ia jalani dan ajarkan adalah spiritualitas yang progressif revolusioner. Semua tentang jalan spiritual yang membawa pada purifikasi, transformasi dan bermuara pada realisasi kualitas ketuhanan, keilahian, singularitas. Buah dari laku spiritual ini adalah bahagia yang nyata, mahakarya, serta pergerakan untuk memulihkan kejayaan bangsa dan negara Indonesia guna merealisaaikan visi bumi surgawi.

Kita tahu, teorama dan praktik spiritualis sudah lama dihilangkan dari bumi nusantara. Di semua sekolah kita. Indonesia menegaskannya. Dituduh tak ilmiah. Laku meditasi ditabukan. Padahal, meditasi bukan berarti bergumul dengan trilyunan masalah. Meditasi dapat dimaknai sebagai mengamati. Senyummu membuktikannya. Itu membuktikan bahwa kita bersikap lembut terhadap diri sendiri, bahwa matahari kesadaran menyinari semesta, bahwa kita memiliki kendali atas situasi yang lalu, kini dan berikutnya sebab kita adalah diri sendiri, dan karenanya pasti memperoleh kedamaian.

Kedamaian inilah yang membuat kita bahagia. Lalu beberapa orang akan senang berada di dekat kita. Bersama mencipta getar kesadaran membangun masa depan lebih cerah ceria.

Sepanjang zaman ke depan, mari jaga agar matahari kesadaran kita tetap bersinar. Tetap berbagi. Tetap menginspirasi. Seperti matahari fisik, yang menerangi setiap daun dan setiap helai rumput, bahkan semesta. Demikian pula kesadaran kita, menerangi setiap pikiran dan perasaan manusia, menemukanNya, menyatu denganNya, juga memungkinkan kita untuk mengenali semua, menyadari kelahiran, durasi, dan pembubaran tubuh dan jiwa lain, tanpa menilai atau menghardik dengan menyambut atau membuangnya.

Meditasi dan hening cipta membentuk mental ikhlas. Artinya jiwa merdeka yang meluputkan, melepaskan, membuang, terlepas dari, bebas dari, bersih dari. Bisa juga bermakna menyuling, mengekstrak, mengeluarkan saripati. Menyelamatkan dari, menolong, mengeluarkan, membebaskan diri, melepaskan, luput dari. Darinya ia berlaku loyal, setia, tulus, jujur, berhati bersih.

Siapkah anda semua menjadi para ksatria bumi surgawi demi hadirnya Indonesia mercusuar dunia? Atau memilih diam kalah? Atau bergabung dengan pengkhianat laknat yang sudah berkhianat? Kami harap kalian pilih yang pertama. Tetapi, keputusannya ada di tangan anda semua.(*)

Oleh : Yudhie Haryono
Direktur Eksekutif Nusantara Centre

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *