Kilometer.co.id- Posko NEGARAWAN, adalah satu pergerakan dalam rangka menghidupkan sosok negarawan yang di inisiasi oleh Eko Sriyanto Galgendu, Prof. Yudhie Haryono, M.Si, Ph.D, dan DR. Indrajit lewat Zoom gelar Refleksi dan Royeksi Indonesia 2022-2023.Dengan tema belajar dari pemikiran dan perjuangan KH. Abdurrahman Wahid.
Hadir sebagai narasumber DR. (HC) Habib Chirzin (Dewan Pembina dan Pendiri Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia/GMRI), DR. Zastrow Ngartawi (Budayawan Nahdiyin), Eko Sriyanto Galgendu (Dewan Pendiri dan Ketua umum GMRI), dan Rektor Universitas Sumatera Utara DR. Muryanto Amin, S.Sos, M.Si. Dan sebagai moderator Prof. Yudhie Haryono, M.Si, Ph.D (Pendiri /Kerabat NEGARAWAN).
Habib Chirzin, sebagai pembicara pertama mengungkapan kedekatannya dengan mendiang Gus Dur sebutan KH. Abdurrahman Wahid.
Menurutnya Gus Dur memiliki pengetahuan yang sangat luas. Gus Chirzin berkisah pertama bertemu beliau tahun 1974 pada bulan puasa. Dalam sebuah diskusi di LP3ES . “Saat itu Gus Dur diminta bicara tentang teori ilmu sosial. Gur Dur kemudian bicara tentang 3 hal yang saling berhubungan antara sosial, budaya dan agama. Tiga hal itu saling berkelindan. Ini menarik pada saat itu karena tidak banyak yang membicarakan keterkaitannya”.
Lebih lanjut dikisahkan oleh Muhammad Habib Chirzin, bagaimana Gus Dur terlibat dalam kegiatan-kegiatan kerakyatan dan kebangsaan. Bersama-sama dengan para tokoh lintas iman, Gur Dur merawat keberagaman. “Gus Dur merupakan pribadi yang sangat sederhana, multi talenta dan sangat berpengetahuan luas”.
Ingatan yang paling terkesan akan sikap Gus Dur adalah kerelaan dan kerendahan hati mengantarkan dan sekaligus mengetikan formulir untuk ikut lomba arsitek yang diselenggarakan suatu lembaga penghargaan internasional untuk arsitektur.

“Gus Dur adalah sosok eksklopedik yang humble, multidemensi serta santu dan rendah hati dan gagasannya tentang perubahan sosial berkelindan dengan agama dan budaya dan kini terbukti”, kata Habib Chirzin mengenang.
Lain halnya Dr. R Muryanto Amin, S.Sos, M.Si rektor USU menilai Gus Dur merupakan sosok yang humanis yang mengedepankan kemajemukan sebagai kekayaan bangsa. Namun ia mengaku prihatin dengan melihat tren yang terjadi pada mahasiswa (generasi saat ini), secara khusus yang terjadi di Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara, dimana ketertarikan untuk mengkaji pemikiran-pemikiran para tokoh bangsa seperti Gus Dur dan juga tokoh bangsa yang lain sangatlah sedikit.
Padahal, pemikiran-pemikiran tersebut sangat baik untuk kemajuan bangsa dan negara. “Terjadi defisit dalam hal kajian pemikiran para tokoh bangsa”, cetus Rektor USU.
Sisi lain yang lebih rekat hubungannya adalah Eko Sriyanto Galgendu. Eko memahami sosok Gus Dur sebagai manusia setengah dewa.
“Gus Dur pernah mengkader sosok seperti Mahfud MD, Gus Ipul, Alwi Shihab, AS Hikam dan Muhaimin Iskandar”, ungkapnya. Semua kader Gus Dur itu berhasil.
Eko teringat cerita tentang salah seorang kader itu pernah diminta untuk menata sandal dan sepatu disebuah acara Open House yang digelar di Ciganjur. “Ternyata menata sandal dan sepatu dimaksudkan agar mampu menata sebuah organisasi atau negara”, jelas Eko Sriyanto Galgendu sambil menyebutkan sosok tersebut adalah Gus Imin ketua umum PKB.
Ia menambahkan bahwa belajar dari sosok Gus Dur selain kesederhanaannya, sifat mengayomi namun juga diajarkan bagaimana merespon masa depan, Eko Sriyanto Galgendu bercerita bagaimana Gus Dur pernah mewacanakan tentang pembubaran Kementerian Agama, pembubaran DPR, dan masih banyak lagi lainnya di masanya ternyata hal itu bisa terlihat saat ini. “Maksud pembubaran Kemenag itu sendiri bisa dipahami soal menempatkan pemuka agama dibawah pemimpin politik”, terang Eko.
Dr. Zastrow Ngartawi yang senantiasa mendampingi perjalanan Gusdur selama jadi Presiden mengibaratkan Gusdur bak sebuah oase. Oase yang mempertemukan berbagai mata air kehidupan seperti kearifan lokal dan sebagainya.
“Gus Dur bukan saja bisa mengambil airnya akan tetapi Gus Dur mampu untuk mengalirkannya. Sejak kecil memang Gus Dur itu sering melakukan penjelajahan, dari perjalanan itu lah kemudian direkonstruksi dan dialirkan oleh Gus Dur untuk kehidupan banyak orang.
Acara Refleksi dan Proyeksi ini merupakan rangkaian acara dari gerakan kesadaran dan pemahaman spiritual yang sudah digagas oleh sejumlah tokoh maupun pendiri GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) yang juga digagas oleh Gus Dur bersana Susuhunan Paku Buwono XII, Habib Chirzin, Eko Sriyanto Galgendu dan sejumlah tokoh nasional lain sejak 20-an tahun silam.
Pada bagian akhir moderator Prof. Yudhie menyampaikan bahwa kedepannya akan banyak lagi narasi dan literatur tentang pemikiran dan perjuangan para tokoh bangsa Indonesia.
(Yus/Moko)