Ende, NTT kilometer.co.id -Nama bapak ini adalah Nosen W. Doi, seorang staf dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Ende. Sekilas, bapak ini tampak seperti orang kebanyakan, tapi siapa yang tahu, bahwa Nosen memiliki sebuah kisah. Kisah tentang pohon sukun, yang berdiri tegap di sebuah taman, menghadap kepada pantai yang jernih, dan menyimpan sebuah bukti sejarah yang amat sangat penting bagi bangsa Indonesia.
Pohon Sukun itu bukanlah pohon sukun biasa. Terdapat sebuah prasasti, yang ditandatangani oleh Wakil Presiden Budiono, menyatakan bahwa dibawah pohon sukun itulah, Soekarno menemukan butir-butir falsafah negara, yang sekarang dikenal oleh masyarakat Indonesia sebagai Pancasila.
Diwawancarai secara khusus oleh tim humas Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) pada hari Minggu (29/05/2022), Nosen menyatakan bahwa pohon sukun yang sekarang berdiri, bukanlah pohon sukun asli dimana Soekarno duduk untuk merenung di masa pembuangannya di Ende oleh pemerintah kolonial Belanda.
“Pohon sukun yang asli mati pada tahun 1979. Pemerintah daerah waktu itu menanam kembali, namun mati, sehingga bupati Ende saat itu meminta kepada para sahabat Bung Karno yang masih hidup waktu itu, untuk menanam pohon ini pada tanggal 17 Agustus 1980. Dan inilah pohon sukun yang ditanam itu, masih subur dan bertumbuh sampai saat ini,” ujarnya.
Nosen menjelaskan, sayangnya, semua sahabat Soekarno saat dibuang ke Ende sudah meninggal dunia. Nosen adalah saksi cerita dan kisah dari pada sahabat Soekarno, tentang hidup Sang Proklamator tersebut semasa dibuang di Ende.
Nosen pun menceritakan kisah Soekarno yang kembali berkunjung ke Ende sehabis Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
“Soekarno kembali ke Ende tahun 1950, dan berpidato di depan ribuan masyarakatn Ende. Dia menunjuk pohon sukun dan menyatakan, ‘di tempat itulah aku merenungi, dan aku menemukan butir-butir mutiara yang menjadi falsafah bangsa, Pancasila’,” terangnya.
Soekarno pun, ujar Nosen dalam wawancaranya bersama BPIP, meminta kepada masyarakat Ende untuk merawat pohon sukun tersebut.
“Pesan Bung Karno saat itu: jikalau pohon sukun itu mati karena usia, harus ditanam lagi. Oleh karena itu, kami tanam kembali, dan ini adalah pohon sukun yang kami tanam kembali, sebagai kami menjalankan amanah dari Bung Karno,” tuturnya.
Dia pun menunjukkan keunikan pohon sukun yang berdiri tegap tersebut.
“Lihat, ini bukan kebetulan untuk kami. Kami tanam satu pohon, keluar lima cabang. Kami percaya ini adalah lambang negara yang terpatri dalam lima cabang tersebut. Lima sila Pancasila ada di pohon sukun ini,” katanya.
Nosen tegas menyatakan bahwa Ende adalah saksi sejarah penting bangsa Indonesia.
“Ende adalah rahim pengandung lima butir Pancasila, dan Jakarta adalah tempat kelahirannya. Pancasila adalah benar-benar tergali di Ende dan menjadi milik semua orang Indonesia,” tegasnya.
Sang penjaga pohon sukun tersebut pun memberikan sebuah pesan singkat bagi bangsa Indonesia.
“Pesan saya, untuk rekonstruksi sejarah pengasingan Soekarno itu sulit, tetapi apa yang menjadi sejarah di Ende semestinya menjadi catatan dalam lembar sejarah nasional. Pancasila yang dikandung di Ende harus menjadi bagian penting dalam sejarah bangsa ini, dikenal dan diingat oleh semua masyarakat,” tutupnya.
Dan dalam sebuah catatan sejarah tersebut, pohon sukun itu menjadi saksi bagaimana cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam Pancasila.
Selamat merayakan Hari Lahir Pancasila, bangsa Indonesia. (HMS)