Kontradiksi Agama Resmi di Indonesia dan Praktek KBB

Penulis : Endharmoko

KILOMETER- Salam terjemahan bebas agama negara diartikan agama yang berstatus resmi sebagai identitas dan falsafah utama di suatu negara. Umumnya agama-agama ini memiliki lebih banyak hak dan lebih sedikit pembatasan di negara tersebut dibanding dengan agama lain yang ada. Dan yang diakui resmi di Indonesia ada 7 agama yaitu Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu. Dan masing-masing agama ini juga memiliki kelompok-kelompok juga yang dibedakan dari mashab, aras dan lainnya.

Lalu bagaimana dengan kelompok keyakinan atau kepercayaan? Meski di sebutkan dalam UUD 1945 tentang Jaminan menjalankan agama dan kepercayaannya, kelompok ini “sembunyi” dengan identitas agama yang resmi. Meski pada prakteknya termanifestasi melalui ritus budaya atau adat istiadat.

Adalah Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia (GMRI), yang dipimpin oleh Eko Sriyanto Galgendu. Meski tidak secara eksplisit jati diri sebagai penganut kepercayaan tapi Gerakan ini mengusung nilai- nilai spiritual dalam konsep Ke-Tuhan-an.

Pada satu kesempatan Pewarna Indonesia bersama GMRI menggelar dialog kebangsaan bertemakan kebangkitan nilai-nilai spiritual Nasional.Menghadirkan tokoh-tokoh keagamaan yang mewakili 7 agama resmi di Indonesia. Dan saya bagian dari proses persiapan dan pelaksanaan dari dialog kebangsaan ini. Maksud dan tujuan yang di sampaikan Eko pada saat pertemuan pertama dengan saya, ketua umum pewarna Indonesia, departemen Litbang Pewarna dan dua anggota pewarna Indonesia dialog kebangsaan ini untuk mengingatkan bahwa nilai-nilai Spiritualitas ini melampaui atribut dan ritus keagamaan. Paling tidak pesan ini yang ditangkap oleh penulis. Bahkan diungkap pula berbagai peristiwa yang terkait identitas agama. Menurut Eko identitas agama menjadi “pembatas” dalam berbagai hubungan sosial, politik dan budaya. Bagi penulis ini satu pemikiran yang menarik tanpa kita berpikir untuk melepas identitas agama sebagai manifestasi keyakinan kita.

Untuk kelompok kepercayaan kepada Tuhan yang Maha Esa memang tidak pernah ada pergesekan namun bagaimana dengan kelompok-kelompok minoritas dalam agama yang memiliki beda mashab? Dan ini yang kerapkali muncul pertentangan. Ahmadiyah adalah satu contoh bagaimana penentangan itu terjadi. Kelompok mayoritas agama yang sudah melembaga menjadi legitimasi kebenaran absolut dari agama. “Penjaga kemurnian” agama kalo saya boleh mengartikannya.

Apakah dimungkinkan bila pemerintah tidak membuat satu legitimasi hukum atas pengakuan agama resmi? Mestinya bila merujuk pada UUD 1945 maka kontradiksi agama resmi dengan praktek KBB tidak akan terjadi.

Leave a Reply

Your email address will not be published.