Fenomena Pindah Agama, Sikap KBB?

Bekasi kilometer.co.id Fenomena pindah agama mengemuka dalam pemberitaan. Muncul dikarenakan beberapa publik figure yang diketahui telah berpindah agama dan juga adanya syiar agama semisal dari Yahya Waloni, Muhammad Kece, Sarifuddin Ibrahim. Mereka melalukan syiar agama yang baru diyakini dengan menunjukkan latar belakang agama sebelumnya. Publik figure yang pindah agama diantaranya Deddy Corbuzier dari Kristen menjadi Islam, Rianti Cartwright dari Islam menjadi Katolik, Virghoun Tambunan, dari Kristen menjadi Islam, dan Sandy Tumiwa dari Islam menikah dengan Tessa Kaunang jadi Kristen dan usai bercerai kembali lagi menjadi Islam dan masih banyak lagi lainnya.

Pindah Agama dan keyakinan adalah hak individu atau Hak Asasi Manusia (HAM).

Meski pindah agama ini adalah hak akan tetapi di masyarakat masih menjadi hal yang tidak begitu saja lumrah diterima. Terlebih bila seseorang pindah dari agama yang mayoritas menjadi agama yang minoritas. Dan tak sedikit yang alami persekusi dan diskriminasi.

Tapi ada juga dalam Syiar agamanya menyampaikan hal-hal buruk dari keyakinan sebelumnya. Dan ini sudah jadi kasus penodaan agama yang diatur dalam KUHP kita. Menyinggung keyakinan agama lain yang melecehkan bisa dipidana. Dan di sinilah Hak Eksternum individu yang harus di batasi. Dibatasi dengan norma sosial dan hukum.

Menurut Dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Rumadi Ahmad (cnnindonesia.com 17 April 2022) bahwa beragama itu memang bagian dari hak setiap orang, hak yang dijamin oleh konstitusi.

Kita boleh memeluk agama apa pun, tetapi begitu kita beragama maka kita harus menjadi orang-orang yang bertanggung jawab dengan agama kita.

Jangan mentang-mentang karena itu hak, kemudian kita pindah agama seenaknya. Itu bukan sesuatu yang dibenarkan.

Yang kedua, begitu orang pindah agama maka salah satu etika penting yang harus kita junjung tinggi adalah jangan kemudian kita mengumbar kebencian kita dengan orang lain, apalagi dengan publik melalui media sosial, tentang agama masa lalu kita.

Kita melihat bahwa sekarang ini banyak orang yang pindah agama, tapi begitu dia pindah agama untuk menunjukkan ke publik bahwa agama yang dia anut sekarang ini adalah agama yang benar, kemudian dia menjelek-jelekkan agama lamanya ke orang lain atau media sosial.

Sekarang ini banyak kita saksikan, mendengar, ada orang yang dulu Muslim, kemudian tiba-tiba dia pindah ke agama lain. Lalu dia menjelek-jelekkan Al-Qur’an, kemudian meminta 300 ayat Al-Qur’an dihapuskan karena dituduh ayat-ayat itu bisa menebarkan kebencian, terorisme, dan sebagainya.

Hal-hal seperti itu sebenarnya tidak etis di dalam beragama, apalagi misalnya, jangan sampai kemudian kita memberikan panggung yang begitu besar kepada orang-orang yang baru pindah agama karena kita senang.

Misalnya dulu dia non-Muslim, sekarang menjadi Muslim lalu kita memberikan panggung kepadanya untuk menceritakan kenapa dia pindah agama, yang biasanya hal seperti itu diikuti dengan, “Saya sudah mendapat hidayah dari Allah SWT, saya dulu berada di dalam kesesatan, sekarang saya berada dalam sinar cahaya Allah SWT.”

Kemudian dari situ menimbulkan rasa benci atau bahkan mengajak orang-orang yang masih dengan agama lamanya untuk pindah ke agama barunya. Itu perbuatan-perbuatan yang tidak etis.

Silakan saja Anda mau meyakini agama apa yang Anda ikuti, tapi etika di dalam kehidupan sosial jangan sampai kita menimbulkan kegaduhan, menyinggung perasaan orang lain.

Kalau dengan cara-cara yang tidak etis, ini bisa menimbulkan persoalan sosial bahkan bisa menimbulkan kebencian satu kelompok dengan kelompok yang lain.

Kita harus teguh dengan keimanan kita, tetapi pada saat yang sama kita juga harus membangun harmoni dengan orang-orang yang berbeda keyakinan kita.

Kita harus teguh dengan keimanan kita, tetapi pada saat yang sama kita juga harus membangun harmoni dengan orang-orang yang berbeda keyakinan kita.

Itulah yang ditunjukkan para pendahulu kita dan Indonesia bisa menjadi negara yang besar karena kita mampu untuk merajut perbedaan-perbedaan itu, saling menghormati satu dengan yang lain. Sementara Ketua Umum Persatuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) Pendeta Gomar Gultom menyerukan agar menghentikan segala bentuk penghinaan dan perendahan nilai-nilai, ajaran maupun simbol-simbol agama.  Menurutnya keyakinan atau pemahaman yang berbeda tetap harus diekspresikan dengan penuh penghormatan. Pendeta Gomar berharap ruang publik diisi dengan sikap saling menghormati dan menghargai. Jumat (27/08/2021) www.republika.co.id.

Dengan demikian Kebebasan Beribadah dan Berkeyakinan mengandung bukan hanya hak saja melainkan kewajiban untuk menghormati dan menghargai Agama dan Keyakinan Lain. Fenomena Pindah agama tidak lantas menjadi kebebasan saja tapi menjaga kebebasan itu untuk dirinya sendiri dan tidak mengganggu kebebasan orang lain.

Penulis Endharmoko

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *