Kilometer.co.id, Jakarta- Syaykh. Dr. Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, Ketua Pondok Pesantren (Ponpes) Al Zaytun Indramayu merupakan narasumber di sesi pertama kuliah umum, yang memulai dengan pembahasan tentang sejarah peradaban bangsa Indonesia dan sejarah masuknya agama-agama di Indonesia.
“Saya jauh-jauh datang ke STT IKAT ini semata upaya dalam membangun dan menjaga kebersamaan”, ungkapnya tersenyum ramah.
Kuliah umum yang digelar sebagai respon dari sebagian kecil persoalan ditengah-tengah kehidupan anak bangsa. Keberagaman yang diwarnai dengan isu-isu negatif yang bila dibiarkan akan berdampak buruk bagi keutuhan bangsa, diselenggarakan STT IKAT dan Persatuan Wartawan Nasrani Indonesia (PEWARNA) Selasa 28/01/20, di Kampus STT IKAT Jalan Rempoa Permai 2 Bintaro Jakarta Selatan.
Yusuf Mujiono ketua umum PEWARNA Indonesia menegaskan bahwa secara khusus, pelaksanaan kuliah umum dilatarbelakangi oleh isu-isu agama yang kerap kali digunakan oleh oknum tidak bertanggung jawab untuk kepentingan pribadi dan kelompok. Masyarakat yang berbeda-beda keyakinan yang semula hidup damai, aman dan tentram diusik dengan isu-isu hoak yang memecah belah sesama anak bangsa.
Syaykh Abdussalam menyampaikan dengan sangat rinci dan mendetail tentang sejarah sebagai tonggak penting dalam menjaga kerukunan, menjadi dasar kita untuk hidup berdampingan dan bersahabat.
Syekh Abdussalam mengingatkan bahwa sejarah harus dipahami dengan benar, sebab pemahaman yang benar akan melahirkan perilaku hidup yang benar.
Syek Abdussalam juga menyampaikan bahwabperjalanan sejarah itu penting untuk diketahui agar dapat mengambil nilai-nilai yang hidup dan tumbuh pada masa lalu.
“Karena untuk menyambung segala yang baik pada masa lalu, haruslah mengingat masa lalu sebagai acuan melanjutkan kebaikan-kabaikan dan kedamaian itu” ucapnya.
“Seperti halnya kebiasaan kita menyanyikan Indonesia Raya hanya dengan 1 stanza, itu salah. Karena Indonesia Raya sebenarnya 3 stanza. Jika kita menyanyikannya hanya 1 stanza, maknanya akan berbeda saat kita menyanyikannya 3 stanza” ucapnya.
Syayhk menegaskan bahwa pemahaman sejarah yang benar adalah bagian dari upaya mempertahankan, merawat dan menumbuhkan kebersaman, kedamaian dan persatuan sesama anak bangsa. Termasuk dalam menyanyikan lagu kebangsaan yang merupakan doa dan harapan untuk bangsa ini,
“Setiap pagi baik siswa, mahasiswa dan semua pegawai dan staf harus memulai menyanyikan lagi kebangsaan dengan tiga staza itu’, tegas peraih penghargaan Figur Penjaga Toleransi dari Pewarna tersebut.
Ketua Pompes Al Zaytun ini juga menyampaikan bahwa Pancasila sebagai ideologi Indonesia sudah sangat tepat dalam bingkai keberagaman yang ada di Indonesia. Memantapkan penerapannya harus kita tumbuh kembangkan lagi, agar hidup rukun dapat terwujud seperti sebelumnya.
Syaykh menyampaikan, lahirnya intoleransi salah satunya disebabkan oleh kurangnya ilmu seseorang, karena orang yang tak berilmu tidak akan bisa memerdekakan dirinya. Orang-orang yang radikal dan intoleran adalah orang yang belum merdeka dalam berfikir.
Seperti belakangan ini ada yang melarang mengucapkan selamat natal bagi kaum Nasrani memang siapa dia, sedangkan budaya yang dilakukan Pompes Al Zaitun tiap tahun membuat ucapan selamat natal dengan ditulis langsung dan dikirrmkan ke alamat yang dituju, tetapi sayang harusnya mereka yang menerima membalaskan ucapan tersebut sehingga tercapailan keadilan sosial yang beradab, ujarnya tersenyum.
Syaykh Abdussalam meminta semua anak bangsa harus memiliki ilmu yang benar, ilmu yang mampu memerdekakan cara berfikir kita yang berfokus pada kesatuan dan Keindonesian.
Banyak hal yang dikritisi dalam kuliah umum tersebut bagaimana bendera tidak dikibarkan sepanjang hari kemudian lagu dari sabang sampai merauke harusnya dari merauke dulu baru sabang, karena toh arah matahari terbit dari timur kemudian ke barat.
Namun yang terpenting Syaykh mengajak untuk merdeka dalam berpikir dan hati sehingga tak terombang ambingkan keadaan.
Kuliah umum kemudian dilanjutkan ke sesi dua dengan narasumber Dr. Ali Mocthar Ngabalin, MA Ketua umum Badan Koordinasi Mubaliq Indonesia yang juga Staf Ahli Utama Kantor Staf Presiden ini.
Dalam kuliahnya Ngabalin menekankan Believe in God,Intelektual Knowledge ,CULTURE,THE YOUNG GENERATIONGenerasi muda harus melihat perkembangan teknologi
Four Point Zero (4.0) adalah alam teknologi yang semakin maju dan terbuka. Pikiran kita juga harus semakin terbuka tak perlu takut tak karu-karuan, semua sudah terbuka disemua sektor, kenapa masih ada yang takut tak karu-karuan menghadapi perbedan-bedaan yang ada” ucap ngabalin
Rektor STT IKAT, Dr. Jimmy Lumintang dalam sambutannya menyampaikan bahwa STT IKAT dalam memilih tema kuliah umum berdasar pada persoalan keberagaman yang sedang dihadapi bangsa Indonesia. Pada kesempatan itu Jimmy juga memaparkan bagaimana STT IKAT sudah melakukan pendidikan yang diperuntukan untuk sesama anak bangsa, itu terlihat dari mahasiswa yang datang dari berbagai daerah suku dan juga ada yang beragama berbeda terutama program doktornya. YM