Kilometer.co.id, Jakarta-PEWARNA Indonesia menggelar diskusi daring dengan tema tema tentang peluang partai Kristen 2024.
Sepanjang diskusi diadakan berbagai narasumber di hadirkan, baik tokoh-tokoh agama yang menjadi ketua-ketua umum Sinode maupun aras gereja, dari praktisi hukum, politisi dan aktivis masyarakat.
Demikian pula tokoh-tokoh berbagai daerah, kaum perempuan, kaum melinial ketua-ketua ormas Kristen dan ketua ormas yang beragama Kristen serta tokoh lintas agama seperrti Islam saat itu diwakili Gus Nuril, Hindu tokoh muda Hindu Bali Arya Wedhakarna, Banthe Dharmakaro dari Buda serta Peter Lesmana dari Konghuchu.
Mereka diharapkan bersama memberikan masukan bagaimana peluang partai Kristen dan apa yang perlu diperhatikan dalam membangun partai Kristen.
Giliran diskusi penutup dengan para pentolan partai Kristen yang sudah berkeinginan maju dalam tahun 2024, dengan tema menimang satu partai Kristen 2024,.
Tema ini diangkat dari realitas yang ada bahwa sepanjang diskusi diselenggarakan sudah terdengar dua partai Kristen ataupun bernafaskan Kristen yang bergeliat untuk turun gelanggang dalam pesta demokrasi 2024 nanti. Belum lagi satu partai lama yang konon sedang konsolidasi kepengurusan.
Lalu seperti apa alasan mereka ingin mendirikan partai ataupun mau membangkitkan partai Kristen tersebut. Kedua narasumber yang hadir saat saat itu baik Kamaruddin Simanjuntak ketua umum Partai Demokrasi Rakyat Indonesia Sejahtera (PDRIS) dan Waketum PDS Hendrick Assa, bahwa partai ini perlu hadir untuk mengisii ruang kosong yang selama ini belum diperjuangkan oleh partai yang ada di Senayan.
Persoalan ketidakadilan, kesetaraan hukum, terlebih bagi masyarakat yang dianggap minoritas, bagaimana pendirian rumah ibadah, aturan hukum yang diskriminatif seperti SKB dua menteri ataupun yang dikenal PERBER dua menteri masih saja menyisakan persoalan.
Belum lagi daerah-daerah yang mayoritas Kristen masih banyak tertinggal. Perlakuan Papua yang masih terkesan berat sebelah, di mana kalau ada pelanggaran hukum yang dilakukan oleh orang-orang Papua begitu cepat diambil tindakan hukum, sebaliknya tumpul dan lemah kalau yang melakukan atas nama agama tertentu.
Maka baik Kamarudin maupun Hendrik yang sama-sama berlatar belakang lawyer ini sepakat untuk berjuang melalui partai politik yang jelas dan tegas plaformnya memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sosial bagi semua warga negaranya tersebut.
“Jangan pernah menitipkan perjuangan kita ke orang lain, karena nyatanya selama ini belum bisa diemban oleh mereka”, tukas Hendrik mengajak.
Kemudian menanggapi adanya dorongan agar jika ada partai baik yang Kristen maupun bernafaskan Kristiani untuk sepakat satu, dua-duanyapun saling terbuka sepanjang memang ada komunikasi yang jelas.
Sedangkan Estefanus Belaati Wasekjen Asosiasi Pendeta Indonesia (API) dalam tanggapannnya, sebelum melangkah menjadi sebuah partai politik Kristen sebaiknya dihitung dengan cermat, berapa jumlah umat Kristen yang memiliki hak pilih, jangan sampai membuang-buang waktu mendirikan partai Kristen ternyata dukungannya tidak signifikan.
Senada dengan Belaati, Sahat Sinurat sekjen GAMKI dan mantan Ketua Umum GMKI ini juga menyorot yang sama, apalagi 80 persen masyarakat Kristen sudah tergabung di partai nasionalis.
Namun kalaupun memang partai Kristen ada perlu dibuat strategi seperti keadilan sosial, hukum dan sebagainya. Apalagi bicara kesejahteraan masyarakat banyak dari wilayah Kristen yang tertinggal inilah yang perlu diangkat dan diperjuangkan partai Kristen ini.
Tambah Sahat munculnya partai ini harus juga komunikasi dengan ormas-ormas Kristen yang ada, agar mendapatkan masukan serta ada proses kaderisasi berjalan.
Mawardin Zega sekjend MUKI kalau memang akan ada partai Kristen sebaiknya terbuka, apalagi ada dua atau tiga partai yang akan tampil. Dengan keterbukaan tersebut umat dapat menentukan partai mana yang memang patut didukung dan mana yang tidak.
“Saya bersyukur ternyata ketiga partai yang akan muncul itu semuanya tergabung di MUKI”, terangnya tersenyum.
Sementara narasumber satu-satunya perempuan Adolfina Koamesakh wakil sekjen PIKI Sumatera Utara, mendukung penuh hadirnya partai Kristen namun demikian partai Kristen harus mampu mengidentifikasi unsurt-unsur yang membahayakan yaitu egosentris kelompok sektoral dan partikularisme.
Partai Kristen perlu ideology yang kuat untuk dinyatakan dalam platform parpol. Komunikasi menjadi penting agar platform ini tersampaikan.
Tentang pentingnya partai Kristen juga disuarakan Izak Hikoyabi dari Papua, bagi penggerak anti narkoba di Papua ini, prinsipnya segera bentuk dan dirikan dan Izakpun siap untuk menjadi sekjen untuk propinsi Papua.
Mengenai perhitungan ataupun penelitian tentang seberapa dibutuhkan partai Kristen dan juga membuat secara terbuka ketiga partai, UKI siap melakukan itu, tinggal bagaimana ketiga partai itu memberikan visi misi dan sejauhmana ideology perjuangannya ke depan.
Dengan adanya penelitian ini akan menjadi referensi bagi umat Kristen itu sendiri, tukas FX Gian Tue Mali Kaprodi ilmu politik UKI ini.
Geliat dan kemauan membangun partai Kristen ataupun bernafaskan Kristen memang masih pro dan kontra, namun terlepas dari itu semua, mengenai peluang tetap terbuka.
Pertanyaannya sekarang sejauhmana partai Kristen itu mampu mengemas dirinya sebagai partai yang mengedepankan moralitas dan mau belajar kekurangan partai Kristen masa lalu.
Tak kalah pentingnya partai Kristen juga harus mempertegas, adanya pandangan bahwa kehadiran Partai Kristen sudah selesai, karena sudah fusi dengan PDI, sementara saat ini l PDI hasil fusi sendiri tidak ada sekarang, disisi lain era reformasi sudah membuka dirinya dengan sistem multi partai, seperti yang diungkapkan Sahat Sinurat figur muda pilihan PEWARNA Indonesia, tuntas.