Kilometer.co.id, Jakarta-,Bertempat di salah satu resto kawasan Condet, Jakarta Timur tim kuasa hukum Hasyim Rahayaan menggelar konfrensi pers guna menanggapi konfrensi pers yang dilaksanakn LBH ARI sebagai Kuasa Hukum Pelapor Hi. Abdul Halik Roroa pada hari Rabu (17/06/2020).
Dari salah satu media online lokal di Kota Tual Malra, Kuasa Hukum Pelapor dalam konprensi pers menyampaikan, Ada enam kejanggalan yang kami sampaikan kepada publik, terkait proses dan mekanisme yang timbul sehingga lahirnya laporan dugaan ijasah palsu oleh klien kami di polisi, namun PH Rahayaan baru dapat menjawab satu hal, sehingga menunjukkan mereka tidak mengetahui permasalahan, ungkap Matutu. dan “LBH ARI menyampaikan dugaan ijasah palsu itu ada enam masalah, mereka baru sampaikan satu, kami ketahui kemampuan mereka, karena masih belajar“ sorotnya tajam.
Kuasa Hukum Pelapor keliru dalam memahami argumentasi yang sebelumnya kami sampaikan, Ahmad Matdoan selaku salah satu Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan menyanggah.
“Kuasa Hukum Pelapor menginginkan oleh karena terdapat 6 (enam) kejanggalan, maka harus ada juga 6 (enam) jawaban, dan kami baru menanggapi 1 (satu) kejanggalan, Padahal tanggapan yang Kami sampaikan tersebut sudah menjawab secara keseluruhan dugaan kejanggalan yang disampaikan Kuasa Hukum Pelapor”.
Lebih lanjut Ahmad Matdoan yang biasa disapa “AM” menyampaikan,bahwa yang berwenang menerangkan keaslian blangko ijazah maupun kebenaran isi atau keterangan dalam ijazah dan transkrip nilai adalah pihak Perguruan Tinggi bukan LL dikti, karena Perguruan Tinggi adalah institusi yang menerbitkan atau mengeluarkan ijazah dan transkrip nilai tersebut”.
“Rupanya Kuasa Hukum Pelapor menggunakan pendekatan dalam penulisan karya ilmiah (skripsi, tesis, disertasi dll), yaitu jika terdapat 6 (enam) masalah yang diteliti, maka harus terdapat juga 6 (enam) jawaban, ya tentunya gak nyambung lah hahahahaha….,”
ARGUMENTASI KUASA HUKUM PELAPOR “SESAT”
Selanjutnya Kuasa Hukum Pelapor menyampaikan, “Tidak mungkin satu lembaga Negara memberikan informasi yang tidak benar kepada rakyat, namun kalau mereka anggap itu hanya sekedar informasi lalu bilang tak benar, justru saya mau bilang mereka belum mengerti persoalan “ Jelasnya.
Salah satu Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan, Ali Zein Difinubun menyambung bahwa pangkalan data Mahasiswa dan surat dari LL Dikti yang dipergunakan Pelapor sebagai bukti atas dugaannya tidak dapat dijadikan sebagai bukti kuat (bukti kunci) guna membuktikan “dugaan” ijazah Hasyim Rahayaan asli atau palsu.
Lebih lanjut Ali Zein Difinubun menguraikan, pertama, dari konteks kewenangan, jelas LLDikti tidak berwenang untuk menyatakan legalitas ijazah asli atau palsu. Kedua, dari konteks fungsi, bahwa fungsi Pangkalan Data Mahasiswa (Forlap Dikti) hanya sebagai informasi saja, itu menurut undang-undang bukan menurut kami sebagaimana “tuduhan” Kuasa Hukum Pelapor.
Ketiga, dalam konteks isi surat LLDikti, bahwa dalam isi surat LLDikti tersebut Point 1 s/d Poin 4 tidak menerangkan dan menjelaskan terkait dengan legalitas ijazah tetapi hanya menjelaskan kembali informasi yang terdapat dalam Pangkalan Data Mahasiswa (Forlap Dikti).
Keempat, dalam konteks pembuktian pidana, tidak dibenarkan dalam pembuktian pidana tidak mengenal pembuktian berdasarkan logika, menurut Kuasa Hukum Pelapor secara logika tidak mungkin Hasyim Rahayaan dalam Forlap Dikti dikeluarkan 1 Agustus 2019 kemudian terdapat ijazah Tahun 2004? Kami berpendapat bahwa logika komperatif seperti ini tidak dapat dibenarkan dan dipergunakan dalam pembuktian pidana, alat bukti yang dapat membukti dugaan perbuatan pidana adalah alat bukti riil yang otentik, relevan, sah dan tidak boleh prejudice.
Jika, “Kuasa Hukum Pelapor menggunakan Pangkalan Data Masahasiswa dan surat dari LLDikti sebagai bukti atas “dugaan” ijazah dan transkrip nilai a.n Hasyim Rahyaan adalah palsu, maka kami mau sampaikan saja hal itu sesat”.
LP PELAPOR PREMATUR
Kuasa Hukum Pelapor kemudian menyampaikan ; “apa yang disampaikan Tim Kuasa Hukum Rahayaan di Jakarta, yang meminta Polres Malra menerbitkan surat penghentian penyelidikan atas kasus yang disidik terlalu prematur dan mengada-ada”
Akbar Budi Setiawan yang tergabung di Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan, menanggapi argumentasi Kuasa Hukum Pelapor tersebut, “justru sebaliknya, diketahui Pelapor secara inperson sudah mendatangi Universitas Azzahra dan menyampaikan surat permohonan Perihal : Permintaan Verivikasi Keabsahan/Keaslian Ijazah Strata Satu (S1) dan Transkrip Nilai Universitas Islam Azzahra a/n Hasim Rahajaan, tanggal 16 Mei 2020, tetapi Universitas Azzahra tidak bersedia memenuhi permintaan Pelapor, begitupun Kuasa Hukum Pelapor sudah berusaha untuk meminta keterangan dari Universitas Azzahra juga tidak berhasil”
Lebih lanjut, Akbar Budi Setiawan yang biasa disapa ABS, menjelaskan ; “artinya sampai dengan saat ini sejak LP dibuat pada Polres Maluku Tenggara, tanggal 15 Mei 2020, Pelapor tidak dapat memberikan bukti kuat guna membuktikan dugaannya”
Kan beban pembuktian tersebut berada pada pelapor, jangan pelapor yang menduga kami yang membuktikan, Kami hanya cukup memberikan asli ijazah dan transkrip nilai a.n Hasyim Rahayaan, itu sudah cukup.
“Kami menganggap dugaan pelapor itu terlalu prematur dan tidak cukup bukti, oleh karena itu, wajar jika Kami meminta untuk proses penyelidikan dihentikan”
Sebagai penutup, Tim Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan menyesalkan pernyatan Direktur LBH ARI Lukman Matutu yang dianggap sudah menyerang pribadi, tidak fokus pada materi perkara, mestinya sebagai senior memberikan contoh yang baik. Dan Kami Kuasa Hukum Hasyim Rahayaan menantang Tim Kuasa Hukum Pelapor dan Pelapor untuk memberikan bukti Keterangan dari Kampus Universitas Azzahra yang menjelaskan tentang legalitas ijazah Hasyim Rahyaan?.