Kilometer.co.id-Jakarta-Pegiat sosial yang berkomitmen untuk ikut memberantas korupsi sangat mengapresiasi dan mendukung tindakan KPK dalam menangkap Menteri Kelautan dan Perikanan yang diduga tersangkut kasus izin tambak, usaha dan pengelolaan perikanan. Juga dalam penangkapan Menteri sosial dalam kaitan dugaan korupsi dana bantuan sosial Covid 19.
Langkah Presiden Joko Widodo yang cepat melantik menteri-menteri baru menggantikan mereka yang terlibat tindakan kriminal melegakan publik. Tak baik menunggu kursi-kursi kabinet dibiarkan dipimpin oleh pejabat non-definitif, demikian komen Mangasi Sihombing yang pernah meniti karir di bidang diplomasi.
Namun cukup mengagetkan dengan resuffle kabinet yang mencakup 6 porto folio, tak ada orang kristiani menggantikan 2 orang menteri tersangka kriminal tersebut. Benar bahwa pengangkatan menteri adalah hak prerogatif presiden, tak ada yang menyangkal itu. Tapi adalah logis dan bijak untuk selalu memperhatikan dan menjaga representasi politik dalam susunan kabinet pemerintahan. Pada awalnya dalam Kabinet jilid dua Presiden Jokowi terdapat 4 orang kristiani.
Sekarang dengan resuffle tinggal 2 orang. Padahal kalau dicari, pasti banyak orang kristiani yang mampu menjalankan tugas pada tingkat menteri. Dalam pilpres 2019 yang lalu, pada dapil-dapil mayoritas kristiani, pasangan Capres Jokowi selalu mendapat perolehan suara yang tinggi. Jadi pantas jika daerah-daerah ini kecewa dengan susunan baru kabinet yang dilihat telah menjadi asimetris, kurang seimbang.
Bicara soal kekecewaan, masih bisa dilacak pada awal pembentukan Kabinet Jokowi jilid II ini, dimana seseorang calon menteri yang kristiani sudah diberi pakaian khusus untuk pelantikan sebagai anggota kabinet, namun batal dilantik. Publik memang bertanya-tanya, namun publik juga melihat hal itu masuk lingkup prerogatif seorang presiden untuk memutuskan, apapun alasannya.
Segera sesudah pelantikan 6 menteri-menteri baru, Wakil Presiden memberi arahan kepada Menparekraf, Sadiaga Uno untuk mempromosikan apa yang dinamakan sebagai wisata halal. Hingga detik ini perdebatan publik terjadi di medsos tentang hal ini dengan makin mencuatnya penolakan terhadap wisata halal.
Terutama daerah-daerah mayoritas kristiani dan Hindu melihat wisata halal sebagai ancaman terhadap budaya dan perekonomian mereka. Semestinya Wakil Presiden bersikap mengayomi semua kelompok masyarakat termasuk minoritas. Bukankah demokrasi didefinisikan sebagai perlindungan minoritas dan pemerintahan oleh mayoritas? Demikian dilontarkan Mangasi.
Seandainya Presiden Jokowi mengangkat menteri Menparekraft dari kalangan kristiani seperti sebelumnya, sangat sangat mungkin Wakil Presiden Ma’ruf Amin tidak akan memberikan arahan soal promosi wisata halal langsung kepada menteri. Arahan Wakil Presiden ini ternyata tak diterima oleh publik di berbagai daerah minoritas. Dan biasanya arahan kepada para menteri langsung dari Presiden berbentuk instruksi.
Kita masih ingat bahwa visi dan misi pemerintahan sudah dirumuskan oleh Presiden Joko Widodo dengan penegasan para menteri tak memiliki visi dan misi masing-masing. Hal itu juga berarti Wakil Presiden tak memiliki visi dan misi yang lepas dari visi dan misi Presiden. Demikian ditambahkan Mangasi yang pernah mengemban tugas sebagai duta besar untuk beberapa negara sahabat.
Jakarta, 30 Desember 2020