Kilometer.co.id, Jakarta-Seorang ibu adalah tempat mencurahkan isi hati, tempat berbagi rahasia dan tempat untuk berkeluh kesah untuk menyampaikan semua persoalan yang dihadapi anak-anak baik suka maupun duka. Sosok ibupun tak bisa digantikan siapapun termasuk sang ayah, maka untuk menghormati bagaimana sang ibu memberikan diri bagi anak-anak. Makanya, setiap tanggal 22 Desember, selalu dirayakan hari Ibu setiap tahun termasuk tahun 2020 ini, untuk mengetahui sejauhmana peran ibu serta bagaimana bersikap dengan ibu, J. Elsye Christine Nayoan. SH di tengah kesibukannya sebagai lawyer dan berbagai kesibukannya masih bersedia meluangkan waktu untuk berbagi pandagan baimana dirinya melakukan perannya sebagai ibu, isteri dan juga berbagai giat lainnya.
Elsye yang juga pendiri GMDM daan sekaligus pendiri kantor hukum Jefry Tambayong & rekan ini, menegaskan bahwa sebagai seorang ibu sekalipun sibuk tetap utamakan keluarga. Dengan kepiawaiannya membagi perhatian itu, Elsye merasa bersyukur karena hingga kini anak-anaknya bisa bertumbuh dan berkembang dengan baik.
“Anak saya bukan lagi anak kecil yang perlu disapih, maka tak perlu lagi pendampingan seperti dulu, sebab ketiga anak-anak saya sudah dewasa”, terang pengerja GBI ini.
Diceritakannya bahwa anak pertamanya sudah menikah, dan sudah tinggal bersama istrinya di rumahnya sendiri, kemudian anak kedua dan ketiga, sudah kuliah sambil bekerja dan mempunyai usaha sendiri.
Elsye isteri dari Jefry Tambayong ini sama-sama menyadari di tengah keluarganya mempunyai kesibukan masing-masing. Namun yang lebih penting dari pada itu, bagaimana kualitas waktu yang harus kami sediakan untuk kebersamaan dengan keluarga.
Sebagai contoh terus menjalin komunikasi lewat media sosial seperti whatssap juga telepon, melalui groub whatssap keluarga, kami mempunyai kebiasaan saling mengucapkan selamat pagi, dan ini biasanya dulu-duluan yang menucapkannya, di sisi lain papanya anak-anak, selalu menulis renungan pagi di groub keluarga. Dari renungan yang di share di group tersebut, lalu kami renungkan serta sharingkan untuk jadi berkat dari firman Tuhan tersebut.
Berangkat dari keakraban tersebut maka anak-anak selalu memberitahukan kegiatan awal pagi. “Bagi saya sebagai seorang ibu, saya selalu katakan perlunya jam doa bagi keluarga, baik Steven anak pertama dan istri maupun anak-anak yang lain”, ujar ibu yang baru saja menyelesaikan pendidikan di Lemhanas ini mantab.
Elsye mengatakan di tengah doa safaat bagi bangsa yang biasa dilakukan di gereja, dirumahpun selalu memiliki waktu untuk mesbah keluarga yang disepakati bersama, walupun terkadang ada yang tugas ke luar daerah atau tidak bisa bersama tetapi tetap berdoa serta sharingkan ayat yang menjadi bahan misbah keluarga itu.
Menurutnya Kuantitas perjumpaan itu penting tetapi lebih penting kualitas, maksudnya daripada menyediakan waktu ketemu, lebih baik ketika punya waktu luang bersama dimanfaatkan semaksimal mungkin untuk bisa jalan-jalan bersama. Kenapa, sering kali suami atau papanya anak-anak sering pergi bersama timnya tugas di luar, makanya ketika waktu luang dipastikan untuk kebersamaan dengan keluarga tersebut.
Sikap anak-anaknya terhadap kesibukannya baik sebagai lawyer maupun sang suami yang memimpin pergerakan anti narkoba dan berbagai organisasi, Elsye menjelaskan semua itu bisa diatasi dengan komunikasi. Karena dengan komunikasi itu terbangun pengertian, sehingga mereka melihat apa yang orang tua kerjakan.
Artinya sesibuk apapun itu Elsye merasa tidak mengurangi waktu mendidik dan mendampingi anak-anak, dengan demikian anak-anak tidak merasa kehilangan peran orang tua di dalam tumbuh kembangnya mereka.
“Prinsipnya kami bukan menyediakan sisa tetapi masing-masing tahu bahwa kami punya kesibukan dan bagaimana menyiasatinya sehingga hubungan tetap terjalin dengan akrab”, ujarnya serius.
Ketika ditanyakan persoalan yang ada dalam rumah tangga khususnya fungsinya sebagai ibu, Elsye tegas No body perfect dan tidak ada satupun keluarga yang sempurna dalam menjalani kehidupan atau rumah tangganya. Namun sebaliknya ketika kita jadikan kebahagian menjadi cita-cita berarti kita harus bisa menyikapi setiap keadaan, pasti ada yang menyakitkan sengaja atau tidak sengaja. Namun ketika sebuah kebahagian itu sebagai tujuan, kita bisa berdamai dengan masalah.
Artinya ada kesepakatan yang kita buat untuk menjaga atau untuk mencapai sebuah kebahagian itu dalam rumah tangga. Demikian juga dalam kehidupan berumah tangga, Elsye mengaku pernah membuat salah begitu juga sang suami, oleh karena itu tidak ada yang sempurna dalam rumah tangga. Tetapi yang pasti selama ini watu pernikahan sudah memasuki usia duapuluh enam tahun dalam menjalankan bahtera rumah tangga, Tuhan Yesus lah menjadi landasan rumah tangga, dan kebahagian menjadi tujuan.
Dengan tujuan tersebut terus berusaha bisa mencapai kebahagiaan itu, dan untuk itu tentu dibutuhkan sikap kesediaan dari masing-masing kita. Sehingga sama-sama menjaga rumah tangga dengan baik, walaupun diakui tidak ada yang sempurna yang jelas Roh Kudus dan kasih Tuhan akan memampukan untuk bisa mencapai kebahagiaan tersebut, sekalipun terseok seok . Yus