Kilometer.co.id-Bogor-Persoalan izin Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor yang sudah terkatung-katung dalam 13 tahun terakhir karena ditentang “kelompok intoleran”, diklaim Walikota Bogor, Dr. Bima Arya Sugiarto, S.Hum., M.A., mengalami kemajuan signifikan dengan membentuk Tim 7 yang beranggotakan jajaran Pemkot dengan jemaat GKI Yasmin. Bima Arya mengatakan kemajuan signifikan yang dicapai soal GKI Yasmin adalah terbangunnya kesepahaman solusi persoalan yang berorientasi potensi ke depan (sumber: detik.com).
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Partai Solidaritas Indonesia (DPD PSI) Kota Bogor, Sugeng Teguh Santoso, S.H., menyatakan kepesimisannya. Pembentukan Tim 7 merupakan jalan pikir yang tidak masuk akal dan sulit dipahami sebagai solusi alternatif yang tepat dan akomodatif. Sebab, titik persoalan GKI Yasmin ada pada 2 (dua) produk administrasi negara yang diterbitkan oleh Pemkot Bogor di era Walikota, Diani Budiarto.
Pertama, ketika Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Bogor Yusman Yopi membekukan izin pembangunan gereja tersebut melalui Surat Nomor 503/208-DTKP tertanggal 14 Februari 2008, yang kemudian digugat oleh GKI Yasmin di pengadilan hingga sampai Peninjauan Kembali (PK) sebagai upaya hukum terakhir di Mahkamah Agung (MA). Hasilnya, berdasarkan Putusan Nomor 127 PK/TUN/2009, GKI Yasmin menang dan pengadilan menyatakan pembekuan tersebut tidak sah.
Kedua, Walikota Bogor saat itu Diani Budiarto, kemudian mengeluarkan Surat Nomor 645.45 – 137 tahun 2011 tertanggal 11 Maret 2011 tentang Pencabutan Keputusan Wali Kota Bogor No. 645.8 – 372 tahun 2006 tentang Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atas nama GKI Yasmin Bogor yang terletak di Jl. KH. Abdullah Bin Nuh No. 31 Taman Yasmin, Kelurahan Curug Mekar, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor.
SK tertanggal 11 Maret 2011perihal Pencabutan IMB GKI Yasmin tersebut, tidak pernah dicabut baik oleh Pemkot Bogor maupun dibatalkan berdasarkan putusan pengadilan, sehingga harus dianggap benar (legal) berdasarkan prinsip hukum administrasi, Presumptio Iustae Causa, yang menyatakan bahwa setiap keputusan tata usaha negara (KTUN) yang dikeluarkan harus dianggap benar menurut hukum, karenanya dapat dilaksanakan lebih dahulu selama belum dibuktikan sebaliknya dan dinyatakan oleh hakim administrasi sebagai keputusan yang bersifat melawan hukum.
IBADAH DI DEPAN ISTANA NEGARA
Jika dirujuk sejarahnya, proses pembangunan GKI Yasmin sudah dimulai sejak tahun 2000. Pada tahun 2006 IMB GKI Yasmin terbit. Namun, masalah muncul pada tahun 2008, ketika Kepala Dinas Tata Kota dan Pertamanan Bogor Yusman Yopi membekukan izin pembangunan, dengan alasan adanya keberatan dari forum ulama dan ormas islam se-kota Bogor. Pihak GKI Yasmin menggugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara hingga tingkat Mahkamah Agung. Hasilnya, MA membatalkan pencabutan izin tersebut.
Namun, selama proses hukum berlangsung situasi memanas karena sejak izinnya dibekukan, Pemkot Bogor menggembok gerbang gereja sehingga jemaat terpaksa beribadah di trotoar jalan sejak tahun 2010.
Pada tanggal 14 Maret 2011, Walikota Bogor Diani Budiarto, mengeluarkan surat tentang Pencabutan IMB GKI Yasmin Bogor. Dan sejak Februari 2012, GKI Yasmin mengadakan ibadah di seberang Istana Merdeka di Jalan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, hingga saat ini (Per 8 Desember 2019 telah melaksanakan ibadah ke – 208 di depan Istana Merdeka).
Nyaris dua periode kepemimpinan Bima Arya sebagai Walikota Bogor, tidak kunjung ada harapan bagi jemaat GKI Yasmin Bogor untuk melaksakan hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan sebagai hak dasar yang dijamin dan dilindungi oleh konstitui.
Mencermati hal-hal tersebut, solusi yang saat ini dilakukan Pemkot Bogor melalui pembentukan Tim 7 adalah solusi yang tidak jelas dan menunjukkan ketidakseriusan dalam menyelesaikan masalah GKI Yasmin. Oleh karenanya, DPD PSI Kota Bogor, menyatakan sikap:
1. Sejauh yang diketahui dari media, Tim 7 yang dibentuk tidak merepresentasi spektrum stake holder Kota Bogor yang memadai, seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Bogor, PCNU, Muhammadiyah, dan sebagainya, yang dapat menjadi jembatan komunikasi dengan pihak Muslim, karena isi Tim 7 nyaris semuanya dari perwakilan gereja, sehingga dikhawatirkan rekomendasi Tim 7 mudah ditolak;
2. PSI tidak dapat menangkap dengan baik penjelasan dan argumentasi yang rumit dari Walikota Bogor dalam pernyataannya agar GKI Yasmin bisa dibangun. Persoalan GKI Yasmin tidak perlu berputar putar selama 6 tahun masa pemerintahan Walikota Bima Arya. Kunci dari penyelesaian adalah pada keteguhan Walikota untuk menggunakan kewenangannya yang dilindungi oleh hukum yaitu dengan tindakan menerbitkan IMB baru;
3. Tidak terdapat sama sekali jaminan dari Walikota Bogor sebagai pemegang wewenang penerbit IMB. Kapan IMB akan diberikan? Bagaimana proses agar IMB tersebut diterbitkan? Serta apa jaminan implementasi agar terlaksana pembangunan GKI Yasmin yang bebas dari rongrongan pihak lain. Bila lokasi pembangunan GKI Yasmin bergeser dari lokasi awal, maka terdapat konsekuensi seluruh perijinan dimulai dari awal lagi dengan meminta ijin lingkungan baru. Mampukah GKI Yasmin memenuhi persyaratannya? Upaya pembangunan gereja itu start pointnya adalah IMB Gereja dari Pemkot, sehingga jika mau dibangun ditempat baru perlu lagi proses awal minta ijin lingkungan yang tidak mudah. Kecuali Walikota Bogor memfasilitasi terbitnya izin lingkungan sebagai dasar untuk menerbitkan IMB baru serta memastikan terimplementasi dan mengantisipasi dari rongrongan kelompok-kelompok intoleran;
Akhir kata, kunci GKI Yasmin adalah pada keteguhan Walikota Bogor, Bima Arya Sugiarto dalam menggunakan wewenang yang ada padanya bukan pada Tim 7. Model penyelesaian GKI Yasmin ini menunjukkan Walikota melempar tanggung jawab pada pihak lain yang tidak punya kewenangan apapun sebagaimana dengan kasus Terminal Baranangsiang yang tidak pernah selesai.
Pada satu sisi, semoga upaya terakhir dengan pembentukan Tim 7 ini berjalan dengan baik. Demikian siaran pers ini kami sampaikan, atas perhatian dan kerjasama yang baik, kami ucapkan terimakasih.