AMPP Harapkan Kepolisian Usut Tuntas Kasus Intimidasi Anggota Banser

Kilometer.co.id, Jakarta- Arbie Haman, Ketua Angkatan Muda Protestan Pluralistik (AMPP) menyampaikan bahwa AMPP telah berulang kali melakukan kegiatan sosial bersama-sama kawan-kawan Banser di Jakarta sepanjang 2019.

“Sejauh pengalaman kami, tidak pernah sekalipun mereka menunjukkan sikap-sikap yang intoleran, tidak beretika, apalagi hingga mengkafir-kafirkan, sama sekali tidak pernah”, tuturnya

“Kawan-kawan Banser selalu menunjukkan sikap yang santun, ramah, dan tanpa pamrih, kami (AMPP) pun banyak belajar dari mereka dalam hal menjaga dan merawat kebhinnekaan dan persatuan Indonesia”, lanjut Arbie Haman.

Ia mengungkapkan, “tindakan bernuansa intoleran dengan membawa unsur SARA dan mengintimidasi kepada Saudara Eko (Anggota Banser) di Jakarta Selatan dalam video yang viral sejak kemarin (10/12) sangat memprihatinkan bagi kami”.

“Sebagai sesama anak bangsa, kami ikut terusik, apalagi DKI Jakarta saat ini peringkat ke-2 Provinsi paling intoleran menurut rilis Setara Institute (24/11)”, ungkapnya.

“Tindakan-tindakan bernuansa intimidasi dan intoleran tidak boleh dibiarkan karena akan semakin merusak citra Ibu Kota sebagai miniatur NKRI”, tambahnya.

“Menurut info terkini, GP Ansor Jakarta Selatan telah melaporkan kasus ini ke Polres Jaksel. Melalui rilis ini, AMPP memberikan dukungan moril kepada kawan-kawan Ansor Banser sebagai sesama anak bangsa, serta kami juga mengharapkan Kepolisian untuk segera mengusut tuntas kasus ini”, tegas Ketua AMPP.

“Tindakan yang dilakukan oleh oknum pada video tersebut menurut kami bukan merupakan budaya khas Betawi dan manusia beragama”, tuturnya.

Arbie berpandangan bahwa masyarakat Betawi adalah masyarakat yang toleran dan beradab. “Pluralitas yang ada di Jakarta sejak dahulu hingga saat ini pun bukti toleransi dan budaya inklusif dari masyarakat Betawi. Lalu, manusia beragama tentu memiliki etika dan sopan santun, itu menurut kami, selebihnya biar masyarakat yang menilai.”

Sekretaris AMPP, Victor Maleke di tempat terpisah menyampaikan bahwa ketentuan pidana mengenai ancaman kekerasan diatur dalam Pasal 368 ayat (1) KUHP.

“Selain itu, jika seseorang secara melawan hak, memaksa orang lain untuk melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, atau dengan ancaman kekerasan, juga dapat dikenakan Pasal 335 ayat (1) KUHP atas pengaduan korban”, imbuhnya.

Victor menambahkan, “sesuai ketentuan ini, ancaman kekerasan (meski belum terjadi kekerasan) pun dapat dikenakan pasal 335 KUHP jika unsur adanya paksaan dan ancaman ini terpenuhi”.

Terkait penggunaan media elektronik sebagai sarana tindak dan penyebaran ancaman, ia menjelaskan bahwa pelaku pengancaman dapat dikenakan pidana berdasarkan UU No. 11 Tahun 2008 (UU ITE) sebagaimana telah diubah oleh UU 19/2016, yaitu pada Pasal 29 UU ITE jo. Pasal 45B UU 19/2016.

“Dalam penjelasan Pasal 45B UU 19/2016, dijelaskan bahwa Ketentuan dalam Pasal ini termasuk juga di dalamnya perundungan di dunia siber (cyber bullying) yang mengandung unsur ancaman kekerasan atau menakut-nakuti dan mengakibatkan kekerasan fisik, psikis, dan/atau kerugian materiil”, tandasnya.

“Untuk pelakunya tentu dapat diproses pidana, karena tidak disebutkan bahwa tindakan tersebut merupakan delik aduan, maka dapat dipahami bahwa ketentuan dalam Pasal 45B UU 19/2016 merupakan delik biasa, sehingga setiap orang dapat menyampaikan laporan kepada pihak Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia atau Penyidik Pegawai Negeri Sipil untuk dapat segera ditindaklanjuti”, tutup pria yang juga berprofesi sebagai advokat ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *