Kawal Penegakkan Hukum Bagi Pelanggar Kejahatan HAM dan Keberagaman

Kilometer Jakarta Mengawal Penegakan Hukum Terhadap Kejahatan HAM & Keberagaman Indonesia, sebagai negara yang berlandaskan Pancasila, menjunjung tinggi nilai Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini tercermin dalam Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 yang menjamin kemerdekaan setiap penduduk untuk memeluk agama dan beribadat sesuai kepercayaan masing-masing. Namun, realitas di lapangan menunjukkan bahwa pelaksanaan hak ini sering kali terganggu oleh tindakan intoleransi beragama.

Peristiwa penghentian paksa ibadah yang disertai kekerasan terhadap ibu dan anak serta perusakan properti tergolong tindak pidana berdasarkan Pasal 175 KUHP (gangguan ibadah, maks. 1 thn 4 bln), Pasal 335 KUHP (intimidasi, maks. 9 bln atau denda), Pasal 351 KUHP (penganiayaan, hingga 7 thn), Pasal 170 KUHP (kekerasan bersama, maks. 7 thn), dan Pasal 406 KUHP (perusakan, maks. 5 thn).

Jika tindakan ini terbukti sistematis menarget kelompok sipil, maka juga memenuhi kualifikasi kejahatan terhadap kemanusiaan menurut Pasal 9 UU No. 26/2000 dengan ancaman 10–25 thn atau seumur hidup.

Kawan-kawan jurnalis dan media akan mengawal proses ini, agar berjalan transparan dan adil serta polisi, jaksa dan hakim bertindak profesional untuk bangsa dan negara.

Tantangan dalam Pengamalan Pancasila
Salah satu tantangan utama dalam pengamalan Pancasila adalah tafsir agama yang keliru dan berbeda, yang sering kali menimbulkan konflik di masyarakat. Berita tentang penghentian ibadah umat Kristen di berbagai kota, perusakan gereja, atau penolakan pendirian rumah ibadah dengan alasan tidak berizin masih sering terdengar. Contohnya, hambatan dalam pendirian gereja GBKP di Depok dan gereja Toraja di Samarinda.

Peristiwa intoleransi atau keberagaman di Cidahu, Sukabumi pada tahun 2025, di mana kegiatan retret pelajar Kristen dibubarkan oleh sekelompok orang, menunjukkan bahwa pelanggaran HAM berat dan perusak kerukunan masih menjadi masalah serius. Tujuh tersangka ditangkap terkait peristiwa ini. Selain itu, pada tahun yang sama, sejumlah warga membubarkan kegiatan dan merusak rumah doa umat Kristen di Padang Sarai, Sumatera Barat. Polisi menangkap sembilan orang terkait kejadian yang videonya viral di media sosial ini. Sepanjang tahun 2024, tercatat 73 kejadian perusak keberagaman beragama.

Peran Negara dan Aparat Penegak Hukum

Yusuf Mujiono, selaku Ketua Umum Persatuan Wartawan Nasrani (PERWARNA Indonesia) menyatakan, ini saatnya negara berani melaksanakan perintah UUD 1945. Kementerian Agama, Kementerian Dalam Negeri, pemerintah daerah, POLRI, dan aparat penegak hukum lainnya harus berani menerapkan hukum secara tegas. Kesetaraan  harus ditegakkan untuk membawa kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Penting bagi masyarakat untuk peduli dengan lingkungan, bersahabat dengan tetangga, dan menghormati hak asasi manusia serta kebebasan beragama.

Lanjut Yusuf, untuk mewujudkan Indonesia sebagai ‘Rumah Bersama’, diperlukan langkah konkret dari pemerintahan Prabowo & Gibran. adalah Meninjau ulang Peraturan Menteri Bersama (PBM) Menteri Agama dan Mendagri 9 dan 8 Tahun 2006 yang dianggap menjadi pintu masuk pelanggaran HAM berat, gerakan perusak kerukunan, persekusi, dan diskriminasi kebebasan beribadah.

Dengan demikian, penegakan hukum yang tegas dan konsisten dapat menjadi solusi untuk mengatasi pelanggaran HAM berat dan perusak keberagaman beragama di Indonesia. (ANT-YUMO)