Kilometer.co.id Jakarta Kepemimpinan suatu negara atau lembaga sangat ditentukan siapa sosok atau figure pemimpinnya. Sekalipun memang ada yang berpandangan bahwa sistemlah yang menentukan maju mundurnya organisasi atau lembaga. Tentu pandangan keduanya tidak keliru, dan musthinya dua-duanya dalam suatu organisasi ataupun bernegara saling menopang. Memadukan gaya kepemimpinan yang mumpuni didasarkan dengan sistem yang baik.
Namun, harus diakui faktor sumber daya manusialah sebetulnya yang sangat menentukan, Harry Tanoe Sudibyo pemilik Group MNC TV juga menegaskan bahwa keberhasilan suatu organisasi atau lembaga ditentukan oleh pemimpin, pernyataan tersebut di muat dalam link sindonews.com.
Di tahun ini dan memuncaknya tahun 2024 nanti akan ada hajatan pesta demokrasi yang paling menyedot perhatian nasional bahkan dunia, yakni adanya pemilihan Presiden dan wakil presiden 2024 di bulan Februari nanti.
Ternyata, bukan saja pemilihan presiden di tahun 2024, di lingkup Nasrani akan juga di gelar sidang raya Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI) yang merupakan aras gereja nasional dan satu lagi juga digelar Persekutuan Gereja dan Lembaga Injili Indonesia (PGLII). Pemilihan ini menjadi penting bagi umat Nasrani lantaran dua-duanya mempresentasikan gereja gereja dari berbagai aliran yang ada di bumi pertiwi.
Peran lembaga aras ini ada dua fungsi pertama sebagai jembatan antara umat Nasrani dan negara atau pemerintah, lalu peran ke dua sifatnya ke internal, lembaga ini berfungsi sebagai lembaga Oikumene atau kebersamaan lintas gereja. Terkait peran sebagai penghubung dengan pemerintah kurang terasa bagaimana lembaga ini menyuarakan kepentingan umat Nasrani kepada negara. Semua itu bisa dilihat masih banyaknya perlakuan yang dirasa tidak adil terhadap kelompok Nasrani.
Memang diakui kurangnya dampak perjuangan lembaga itu bukan semata kekuatan lembaganya, tetapi ada faktor ex yang membuat peran lembaga aras tersebut kurang terasa. Kita sama-sama tahu bahwa hukum di negara ini dalam kesetaraan (equality before law) belum sesuai harapan. Penegakkan hukumnya masih mengikuti desakkan masa dalam memutuskan suatu perkara, terutama ketika menghadapi kasus-kasus persoalan agama, negara terasa sangat lemah.
Disisi lain lembaga Nasrani rata-rata masih terkendala dengan sisi pendukung pergerakan, sekalipun ada lembaga yang secara kekayaan banyak asset yang dimiliki, namun belum dioptimalkan untuk mendukung pergerakan lembaga tersebut. Padahal dengan kekuatan asset yang dimiliki tersebut, tentu tidak akan terlalu tergantung iuran anggota dalam menopang pergerakan. Malah jika asset-asset itu mampu dikelola dengan baik justru bisa menopang gereja dalam segala hal.
Bicara pengelolaan asset dibutuhkan kepemimpinan suatu lembaga yang memiliki kemampuan manajerial. Nah kemampuan pemimpin yang manajerial terutama dalam pengelolaan asset ini dibutuhkan sosok yang berpengalaman di bidangnya.
Maka, sekalipun sudah berganti beberapa kepemimpinan asset-asset yang ada belum bisa di maksimalkan. Beruntung, lembaga yang sengaja tidak kami tuliskan ini, sekarang sudah berhasil kerjasama dengan suatu badan usaha dan menurut sumber yang valid melalui kerjasama tersebut pihak lembaga tersebut sudah mendapatkan hasil. Sehingga, biaya operasionalnya sudah bisa teratasi.
Namun. ke depan sosok pemimpin di lembaga tersebut harus ditingkatkan kemampuan manajerial, apa yang di maksud manajerial, bisa diartikan seorang pemimpin sebagai mencari solusi atau alternatif terbaik demi mencapai tujuan tertentu.
Kemampuan manajerial merupakan suatu keterampilan dalam mengorganisir, memimpin, dan mengelola pekerjaan atau tim. Oleh karena itu, pimpinan atau manajer wajib menguasai kemampuan ini agar semua tugas dan masalah yang timbul bisa diselesaikan dengan baik. Nah, terkait dengan kepemimpinan manajerial terutama bagaimana mengelola asset-asset yang ada dibutuhkan seorang yang berpengalaman. Disisi lain pemimpin di lembaga tersebut harus bergelar pendeta ini yang menjadi agak berbeda. Pendeta biasanya lebih kepada menangani persoalan-persoalan umat, sementara lembaga iini bicara umat dan juga asset.
Pertanyaannya sekarang tinggal dicari saja pendeta yang memiliki kemampuan dua-duanya membina jemaat dan mampu mengelola asset bahkan bisa menambah asset. Hal ini dibuktikan dengan bagaimana pendeta tersebut mengelola gerejanya. Nah, kalau ada pendeta yang seperti ini tentu menjadi solusi bagi lembaga tersebut untuk mandiri dan mempersiapkan ke depan dengan menata asset tersebut serta mengoptimalkannya.
Karena ketika ada pemimpin yang mampu mengelola asset-asset tersebut, kedepannya siapapun yang memimpin sudah akan lebih mudah. Sehingga seorang pemimpin bukan saja berorientasi saat dia memimpin saja tetapi berorientasi puluhan tahun ke depan. Sehingga kehadiran lembaga ini kuat dan mandiri bahkan bisa menjadi berkat bagi gereja.
Tinggal kita gelar saja lebar-lebar dan diteliti sebaran pendeta yang ada, apakah ada pendeta yang memenuhi krieteria tersebut. Artinya, kepemimpinan yang terpilih bukan sekedar menjalankan tradisi, apalagi hanya berkutat timur dan barat. Hal ini harus ditinjau ulang, seperti kerinduan banyak orang bahwa kepemimpinan itu harusnya, dilihat dari kemampuan dan profesionalisme, bukan hanya sekedar pembagian wilayah.
Kepemimpinan sekarang sudah mampu membuat terobosan dengan kerjasama dengan lembaga lain dalam mengelola asset, tinggal dilanjutkan lagi tentu dengan seorang pemimpin yang memiliki kapasitas tesebut. Sehingga lembaga ini benar-benar kuat independen karena semua bisa mandiri dengan kekuatan asset yang dimiliki.
Oleh Yusuf M
Pemimpin Umum Majalah GAHARU