SKB 2 Menteri Tahun 2006 Jadi Pemicu Pelanggaran KBB : Direvisi atau di Cabut?

Penulis Endharmoko

KILOMETER – Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadah.

Berikut penjelasan mengenai peraturan ini.

Kerukunan umat beragama

Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pemeliharaan kerukunan umat beragama menjadi tanggung jawab bersama umat beragama dan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.

Dalam aturan ini, tugas dan kewajiban gubernur, bupati dan walikota, serta camat dan lurah terkait kehidupan beragama, yakni:

memelihara ketenteraman dan ketertiban masyarakat termasuk memfasilitasi terwujudnya kerukunan umat beragama di provinsi;

mengoordinasikan kegiatan instansi vertikal di provinsi dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama;

menumbuhkembangkan keharmonisan, saling pengertian, saling menghormati, dan saling percaya di antara umat beragama; dan

membina dan mengoordinasikan pejabat di bawahnya dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah di bidang ketenteraman dan ketertiban masyarakat dalam kehidupan beragama

Selain kempat poin ini, bupati dan walikota juga memiliki tugas dan kewajiban tambahan, yaitu menerbitkan izin mendirikan bangunan atau IMB rumah ibadah.

FKUB kabupaten/kota mendapatkan tugas tambahan, yakni memberikan rekomendasi tertulis atas permohonan pendirian rumah ibadah.

Dalam peraturan ini, pendirian rumah ibadah harus didasarkan pada keperluan nyata dan sungguh-sungguh berdasarkan komposisi jumlah penduduk.

Pendirian rumah ibadah harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis bangunan gedung.

Selain itu, ada juga persyaratan khusus yang harus dipenuhi terkait pendirian rumah ibadah, yaitu:

daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang disahkan oleh pejabat setempat;

dukungan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa;

rekomendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota; dan

rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.

Jika persyaratan pertama terpenuhi sedangkan persyaratan kedua belum terpenuhi, pemerintah daerah berkewajiban memfasilitasi tersedianya lokasi pembangunan rumah ibadah.

Dalam peraturan, bupati/walikota wajib memberikan keputusan paling lambat 90 hari sejak permohonan pendirian rumah ibadah diajukan.

Jika terdapat rumah ibadah yang memiliki IMB namun harus dipindahkan karena perubahan rencana tata ruang wilayah, pemerintah daerah akan memfasilitasi penyediaan lokasi baru.

Perselisihan yang terjadi akibat pendirian rumah ibadah harus diselesaikan secara musyawarah oleh masyarakat setempat.

Jika tidak ada hasil yang dicapai, penyelesaian perselisihan dilakukan bupati/walikota dibantu kepala kantor departemen agama melalui musyawarah yang dilakukan secara adil dan tidak memihak dengan mempertimbangkan pendapat FKUB.

Apabila perselisihan masih belum selesai, penyelesaian perselisihan dilakukan melalui pengadilan setempat.

Perber 2 menteri menjadi jalan panjang warga negara untuk mendirikan rumah ibadah. Dan tidak sedikit juga biaya yang kerapkali dimunculkan dalam rangkaian proses perijinan tersebut. Mengapa Rumah Ibadah sedemikian penting bagi umat, untuk beribadah bersama tidak menjadi perhatian negara atau pemerintah.

Berikut beberapa kasus yang pernah terjadi yang dipicu soal perijinan.

Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI) mencatat sepanjang tahun 2015 – 2018, ada 51 gereja yang tidak mengantongi izin pendirian rumah ibadah lantaran tersandung rekomendasi Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan kepala daerah yang “mbalelo”(sumber BBC.com).

Komnas HAM menerima 23 laporan tentang pelanggaran kebebasan beragama khususnya soal rumah ibadah sepanjang 2017-2019.(VOAIndonesia.com)

Anggota Komisi II DPR RI Endro Suswantoro Yahman mempersoalkan sulitnya pembangunan rumah ibadah di beberapa daerah.

Politisi PDI Perjuangan itu mengaku dirinya kerap menerima aduan dari masyarakat, yang mengeluhkan sulitnya memperoleh izin mendirikan rumah ibadah.

Hal itu dikatakan Endro dalam Rapat Kerja Komisi II DPR RI dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) RI beserta jajarannya, di Jakarta baru-baru ini.(lentera.com).

Dalam satu kesempatan bedah buku “Hancur Bangun Rumah Ibadah” belum lama ini, Sekjen Senior GMKI Sahat Sinaga juga kritisi bahwa SKB 2 menteri ini membuat warga berhadap- hadapan. Maksudnya dalam proses persetujuan warga.

Entah apa yang membuat SKB 2 menteri ini sedemikian “sakti” menghadapi berbagai kajian, kritik, keluhan dari berbagai elemen masyarakat terbukti hingga kini belum ada tanda- tanda akan di revisi atau di akhiri (di cabut).

Sampai kapan peraturan yang kedudukannya lebih rendah dari UUD 1945 bisa bersebrangan dengan spirit UUD pada prakteknya?.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *