Kilometer.co.id Jakarta Tahun 2022 segera lingsut akan segera berganti tahun 2022 ke tahun 2023, banyak pridiksi bahwa akan banyak hal yang terjadi di tahun 2023, baik bidang politik yang sudah terasa di tahun ini, tentang tahun kegelapan karena krisis ekonomi dan juga bencana.
Membaca arah tahun 2023 serta program dan langkah apa yang mau dikerjakan Persekutuan Gereja Gereja di Indonesia (PGI), sore Selasa 20/12/22 berkesempatan berbincang dengan Pdt Jacky Manuputty sekretaris umum PGI, mengupas tentang peran PGI tahun 2023 ke depan.
Tahun depan ungkap Jacky ada tahun politik menjelang Pileg, Pilpres dan juga Pilkada tahun 2024 nanti, dan riak akan pertarungan politik sudah terasa tahun ini. Sekalipun riak itu terasa, PGI sebagai lembaga agama tetap menjalankan perannya mendorong adanya literasi politik masyarakat, terkait dengan penyelenggaraan pemilihan umum yang betul-betul menjunjung demokrasi.
Keterbukaan dan transparasi harus menjadi pesta bersama yang dirayakan sebagai bagian penyelenggaraan masyarakat demokrasi yang majemuk. Bukan mengelola perbedaan menjadi ketegangan dan bahkan perpecahan dari kelompok, keperbagian etnis, berdasarkan agama, kelas sosial dan perbedaan politik dan sebagainya.
“Satu yang selalu kita kuatirkan adalah merebaknya politisasi identitas di mana agama dan etnis mengalami instrumentalisasi untuk tujuan-tujuan politik terkait konstituante dan lain-lain”, tegas Jacky serius.
Kondisi itulah yang harus selalu kita waspadai, karena bangsa ini memiliki pengalaman-pengalaman akibat permainan politisasi identitas mengakibatkan pembelahan-pembelahan di tengah masyarakat. Kita masih punya ingatan-ingatan kolektif yang membekas hingga saat ini akibat pemilihan-pemilihan sebelum-sebelumnya.
Untuk itu Jacky mengajak perlu pematangan dari para pelaku politik agar bisa mandiri dan berdiri dari adanya berbagai kemajemukan yang ada ini. Sehingga mendorong pemilu yang berkualitas dan itu yang akan kita hadapi di tahun 2023.
Tentunya PGI punya komitmen seperti itu dengan cara membuka relasi-relasi lembaga lintas pemuka agama, tokoh lintas iman untuk berbicara dengan mengendorse kembali tentang ingatan-ingatan narasi-narasi kebangsaan yang dibangun dan menjadi modal sosial yang kuat untuk keberlangsungan bangsa ini dengan waktu sangat panjang.
“Jangan sampai dirusak oleh kepentingan-kepentingan politik sesaat, sehingga merusak apa yang sudah dibangun oleh para faunding father bangsa ini’, tukasnya mewanti-wanti.
Kembali tentang membangun narasi seperti apa yang PGI perlu lakukan pertama adalah kontra narasi terhadap kerja-kerja narasi yang cenderung memecah belah. Untuk itu PGI mendorong bagi umat Kristen tidak membangun self defense mechanism, karena ada politisasi identitas lalu orang menarik diri dari politik dan menjaga atau membentengi diri dengan sangat sensitive.
Jika umat Kristen melakukan sikap sefl defense tersebut tidak bagus bagi panggilan bangsa, karena umat Kristen terpanggil untuk memberi diri bagi negeri ini, bahwa tantangan seperti itu bukan baru sekarang, karena sejak awal sudah ada pertarungan-pertarungan identitas seperti itu.
Kenapa, lanjut Jacky pertarungan politiasi identitas menjadi masiv karena memang ditopang dengan adanya sosial media dan macam-macm.
Jadi melihat kebangsaan sebagai kewarganegaraan sebagai identitas yang utama, jadi mengangkat diri sebagai identitas sebagai orang Kristen ditengah bangsa ini pada level identitas kewarganegaraan dan kebangsaan itu salah satu narasi yang PGI kembangkan.
Bahwasannya ada ketidakadilan itu juga dialami banyak masyarakat, bukan hanya kelompok Kristen tetapi ada dikelompok-kelompok yang lain. Artinya jika kita mengalami dan merasakan ketidakadilan tentu kita juga harus berbicara ketidakdilan yang dirasakan oleh kelompok-kelompok lain. Jacky mengajak umat Kristen jangan hanya melihat pada dirinya sendiri tetapi juga melihat orang lain dengan terus menerus mengembangkan visi kebangsaannya, terutama di tahun politik ini.
PGI juga mendorong sebanyak mungkin warga gereja yang tertarik di bidang politik memasuki ruang-ruang politik, entah partai atau badan-badan penyelenggaraan pemerintahan dan lain-lain dari tingkat pusat hingga daerah.
Langkah untuk mewujudkan ini PGI mendorong warganya yang terjun politik bahkan memberikan rekomendasi serta melakukan pendampingan pastoral. Dalam rangka tersebut PGI membentuk Pokja Politik karena setiap warga gereja yang saat ini masuk ruang politik tantangannya akan sangat luar biasa, mereka akan menghadapi berbagai macam masalah yang menuntut dia mengambil sikap etis dalam menentukan kebijakan-kebijakan. Karena politik biasanya berjalan tak menentu, karena itu lembaga agama harus memberikan nilai-nilai etis itu dan sekaligus mengawal nilai-nilai tersebut.
Karena bagaimanapun dia itu warga dari gereja dan warga dari kelembagaan agama yang lain dari komunitas agama lain. Dan itu tugas lembaga agama untuk menjaga nilai-nilai etis mengawal realitas, oleh karenanya pastoral politik dirumuskan oleh gereja-gereja untuk mengawal warga gereja memasuki ruang-ruang politik praktis.