Oleh : Yudhie Haryono
Kilometer Jakarta Artikel ini dimuat ulang dalam rangka acara “Kolokium Spiritualis Dunia” yang akan dihelat pada 11-13 Nopember 2023 oleh lembaga Persaudaraan Matahari, Pusaka Indonesia, GMRI dan Nusantara Centre, di Musium Bahari Jakarta.
Acara keren sebagai rasa hormat untuk almarhum Osho dan karya-karyanya yang luarbiasa. Chandra Mohan Jain, adalah nama aslinya. Kelahiran India yang “besar” di negeri penuh dusta, Amerika. Ia dibimbing tiga mistikus sejak kecil. Mereka adalah Magga Baba, Pagal Baba, dan Masta Baba. Magga Baba adalah mistikus nyentrik tercerahkan, berperilaku seperti seorang pengemis gila yang nongkrongnya di bawah pohon Nem. Padanya, Osho sering berkunjung untuk berbincang-bincang serta menikmati jalur dan narasi spiritual. Dua guru lainnya lebih waras tetapi “mendalam” dan lelaku tak biasa dari keumuman.
Orang ini disebut mistikus terbesar abad modern. Sebab, di zaman modern yang sekular ini, ia mampu menyampaikan, menjelaskan, merealisasikan dan menjalankan hal-hal mistik (terselubung dan dalam) menjadi tradisi, praktik, doktrin, dan ajaran yang menekankan pada transformasi diri untuk memiliki hubungan dengan Tuhan dan menerima kehadiranNya secara santai dan ‘nyata” yang di dunia Barat telah pudar ratusan tahun lalu.
Mistisisme memang sudah lama hilang dalam tradisi akademik Barat. Padahal, ia ontologi kehidupan dan pengetahuan, ia merupakan kesadaran diri manusia terhadap hal yang Maha Tunggal yang bisa disebut dengan nihil, cahaya, kearifan, cinta, penuh kasih sayang, dll. Dengan kata lain ada hubungan resiprokal antara manusia dengan TuhanNya, atau adanya sambungan/hubungan cinta yang tidak tak terucap, tertulis dan terilmiahkan tetapi tertradisikan.
Osho (11 Desember 1931-9 Januari 1990) punya hipotesa menarik soal tersebut via kata “sumber tindakan manusia.” Tesis yang menjelaskan soal “tuhan dan sumber diri nantinya.” Menurutnya, “ada tiga pusat dari mana semua tindakan kita terhadirkan: kepala, hati, dan keberadaan.” Kepala adalah yang paling dangkal. Kepala harus memikirkan segala sesuatunya: bahkan jika manusia jatuh cinta, kepala memikirkannya, apakah ia benar-benar jatuh cinta? Dan, jika kepala memutuskan bahwa jawabannya iya, tampaknya ia sedang jatuh cinta. Lalu, kepala menyuruh kita untuk melamar dan berkata pada pacar, “Aku pikir aku jatuh cinta padamu.”
Tetapi berpikir adalah dasarnya. Manusia berfungsi dari otak di kepala. Kepala memiliki kegunaannya: karena telah menciptakan semua ilmu pengetahuan; semua teknologi; semua bom nuklir; semua peradaban; semua perang dan bahkan semua cinta plus tradisi-tradisi.
Sedangkan hati itu bersumber dari wanita. ‘Rasa’ pada wanita itu berfungsi dari hati. Mereka tidak bisa berkata, “Aku pikir aku mencintaimu.” Itu tidak pernah terdengar di seluruh sejarah umat manusia. Mereka hanya akan mengatakan, “Aku rasa aku mencintaimu.” Pada wanita, ‘berpikir tidak berperan.’ Hati mereka sudah cukup untuk dirinya sendiri; ia tidak perlu bantuan dari kepala.
Jika seseorang harus memilih antara kepala dan hati, ia harus memilih hati, karena semua nilai indah dari kehidupan adalah milik hati. Kepala adalah montir yang baik, teknisi, tetapi engkau tidak bisa menjalani hidupmu dengan suka-cita hanya dengan menjadi montir, teknisi, ilmuwan. Kepala tidak memiliki sifat-sifat, kemampuan untuk suka-cita, untuk kebahagiaan, untuk keheningan, untuk kepolosan, untuk keindahan, untuk cinta, untuk semua yang membuat hidup menjadi kaya–itu adalah hati.
Tetapi, ada pusat dan sumber kehidupan dan kegiatan manusia yang lebih dalam daripada kepala dan hati, yaitu keberadaan: yang memiliki semua sifat-sifat hati dan masih lebih banyak sifat-sifat lainnya, yang lebih kaya, yang lebih berharga: kebahagiaan, keheningan, ketenangan, keterpusatan, keberakaran, kepekaan, kesadaran; yaitu wawasan tertentu ke dalam keilahian dari semesta. Bagaimana mengetahui “keberadaan” dan kapan ia berfungsi? Ini pertanyaannya.
Pertama-tama, turunlah dari kepalamu ke hatimu. Tetapi jangan berhenti di sana; itu hanya menginap semalam, sebuah penginapan. Engkau bisa beristirahat sejenak di sana, tetapi itu bukan tujuannya. Turunlah dari hati ke keberadaan. Dan, ini adalah rahasia dari meditasi, bahwa di manapun kalian berada– di kepala, di dalam hati–itu tidak masalah. Sebab pastinya, meditasi membawamu dari kepala, dari hati, ke keberadaan.
Meditasi adalah jalan menuju pusat keberadaan kalian sendiri, di mana tidak ada pertanyaan tentang terjebak. Kalianlah itu. Siapa yang akan terjebak di dalam apa? Tidak ada dua atau tiga bahkan empat hal: hanya diri kalian–diri dan kemuliaan mutlak yang menyatu (ana alhaq/manungaling kawulo gusti). Jika sudah bisa, kalian akan begitu penuh dengan cahaya, begitu penuh dengan kejelasan, kemrnian dan waktu yang menyatu (masa lalu, masa kini dan masa depan). Kalian akan memiliki mata baru untuk melihat: untuk melihat bahkan apa yang tidak terlihat oleh mata normalmu. Dan, engkau akan mampu merasakan pengalaman baru yang tidak tersedia bahkan untuk hati.
Kalian akan tahu bahwa ada pusat keberadaan yang lebih dalam di mana panduan tidak dibutuhkan sama sekali, sebab kalianlah pemandunya, di mana intensitas menjadi total, seratus persen. Dan, bukan hanya tentang segala sesuatu yang telah kalian rasakan di dalam hati, tetapi tentang pengalaman semesta dari pencerahan, dari kebangkitan, dari keilahian. Maka, kalian tidak akan menjadi pecundang; tidak perlu khawatir sama sekali.
Ketika meditasi menjadi semakin dalam: pikiran dan perasaan kalian, semua mulai menghilang. Meditasi membuat kalian menjadi kolam yang tenang tanpa riak: begitu tenang sehingga tampak seperti cermin; kalian bisa melihat wajah kalian sendiri. Dan, itu tidak mengambil apa pun dari kecerdasan atau dari perasaan; ia hanya membuat semuanya lebih otentik, lebih nyata, lebih total, lebih murni. Dus, kecerdasan akan mencapai puncak tertingginya, sama seperti cinta mencapai puncak tertingginya.
Dengan mengetahui keberadaan kalian dan berpusat pada keberadaan kalian, maka kalian telah menemukan makna dari hidup; telah menemukan tujuan yang untuknya kalian telah lahir di bumi ini. Dengan begitu tujuan dari kehidupan ini terungkap kepada kalian. Ini seperti guru Socrates yang mengatakan, “Kenalilah dirimu sendiri.” Tentu ini sebuah nasehat dan kalimat yang terkandung di semua kitab suci dan kitab-kitab babon lainnya.
Mistik memang enigmatik. Meditasi memang asyik. Semua merupakan rangkuman dari “gerak semesta metarasional” yang nyata. Sangat psikologis dan ada di mana-mana tetapi sering kita meng-alpakannya. Osho telah meletakkan dasar-dasar pencerahan via psikologis dan metarasional yang renyah dan terarah.(*)
Penulis : Direktur Eksekutif Nusantara Centre