FGD GMRI dan Posko Negarawan Menandai Adanya Krisis Ekonomi Serta Krisis Konstitusi

Kilometer.co.id Jakarta Acara FGD (Focus Group Discussion) GMRI & Posko Negarawan di  Museum Kepresidenan RI Balai Kirti Istana Bogor, 15 Januari 2023 menampilkan sejumlah tokoh pembahas keberadaan DPD yang tidak dilengkapi oleh utusan golongan.

Urgensi Utusan Golongan & Daerah di MPR RI menjadi topik utama yang dibedah mulai dari Keynot speaker La Nyala Mataliti yang menandai bangsa Indonesia hanya mungkin dikelola dengan sistem Pancasila, karena tak mungkin menggunakan cara yang lain.

Utusan daerah dan utusan golong menurutnya ideal diwakili oleh para organisatoris dan kaum profesional. Karena itu MPR RI mempunyai tugas amanah rakyat untuk memilih Presiden. Sebab Presiden harus memerankan tugas dan kewajibannya untuk rakyat, bukan petugas partai, tandas La Nyala Mattalitti memaparkan.

Menurut dia, rakyat dapat memperkuat kembali lembaga legislatif dengan menyempurnakan keberadaan dari utusan daerah dan utusan golongan.

Usai paparan, La Nyala Martalitti langsung menyerahkan cinderamata dari DPD RI untuk Ketua Panitia yang diterima oleh Eko Sriyanto Galgendu dari GMRI yang juga mewakili Posko Negarawan.

Paparan berikut disampaikan oleh Mayjen TNI-AD Ridho Hermawan M.Sc, dari Lemhannas tentang sistem negara kesatuan Republik Indonesia, yaitu Pancasila dan UUD 1945 yang telah menjadi konsensus nasional.

MPR RI itu, kata Hendral bintang dua ini sebelum reformasi adalah lembaga tertinggi negara. Sekarang hanya terdiri dari dua unsur DPD dan DPR yang didulang dari partai politik saja. Sementara DPR RI yang berasal dari Partai Politik itu sabgat dominan menguasai parlemen hingga mencapai 80 persen dari semua anggota MPR RI yang ada. Artinya, akses DPD RI tak lebih dari 20 persen saja dengan hak dan wewenang yang nyaris tidak ada.

Makna dari Republik Indonesia, artinya adalah kembali pada kedaulatan rakyat. Maka itu anggota MPR RI itu harus dapat seimbang antara wakil rakyat yang berasal dari Partai Politik dengan MPR RI yang beradal darj utusan daerah serta utusan golongan. Sehingga setiap warga negara dapat merasakan sebagai pemilik negeri ini, kata Jendral yang cukup akrab dengan kalangan aktivis pergerakan ini. Dia merasa keberaran dengan adanfa istilah penguasa dalam khasabah politik di Indonedua. Sebab pemerintah itu adalah mereka yang menerima amanah rakyat bahkan menandai adanya istilah penguasa dalam khasanah politik di Indonesia. Sebab mereka yang di pemerintahan itu adalah pengelola negara yang diberi amanah oleh rakyat.

Pertanyaan yang menarik, kata Hendral Rudho Hermawan, sejak kapan rakyat memberikan kedaularannya kepada Partai Politik. Karena itu, kejelasan dari kedaulatan rakyat yang diklaim oleh partai politik perlu dikaji ulang dan dipertanyakan, randasnya. Seperti keberadaan DPD RI yang tidak disertai oleh utusan golongan, imbuhnya.

Sementara Prof. Nanik diharap oleh Prof. Yudhie Haryono selaku moderator dapat mewakili suara perempuan Indonesia. Guru Besar Universitas Taruma Negara ini memapar telaah akademis dari sudut pandang adat istiadat dan budaya bangsa Indonesia yang majemuk, hingga peran para Sultan, Raja dan Ratu serta pemangku adat seharusnya ada perwakilannya di parlemen. Ibarat jalan tol dipaksakan untuk menerabas semua wilayah dan daerah, nyatanya banyak yang tidak memberi manfaat kepada rakyat. Bahkan kehadiran jalan tol itu telah membunuh berbagai usaha rakyat kecil. Sebab model jalan tol yang dibuat itu persis seperti keberadaan DPD RI yang dianggap cukup telah mewakili suara rakyat.

Dari sisi yang lain, pembicara berikut menyototi penerapan sistem liberal dalam politik seperti adanya sistem one man one vote. Jadi jelas semakin tidak akan adanya wakil dari kaum yang terpinggirkan seperti untuk suku bangsa yang ada di pedalaman dan kaum minoritas di Indonesia.  Jacob Ereste

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *