Tak Ada Minyak Goreng, Singkong Rebus Masih Bisa Kita Nikmati

Oleh Jacob Ereste :

Jakarta kilometer.co.id Hikmah dari kelangkaan minyak goreng itu harus dilihat dalam perspektif yang positif. Jika tidak, kesalahan akan semakin menambah kejengkelan pada pemerintah yang dianggap tidak becus di mata rakyat. Padahal rakyat harus lebih bijak mensikapi kegaduhan minyak goreng yang langka seperti bahan pangan,  kedele misalnya  yang ikut mengancam produsen tenpe dan tahu bisa gulung tikar, meski keberadaannya di lumbung pangan yang telah berulang kali dia bangga-banggakan.

Seperti halnya minyak sawit yang spektakuler lahannya merentang sepanjang pulau Sumatra dan mondominasi pula lahan di Kalimantan, apa salahnya sesekali dibuat langka agar konsumen ngeh betapa pentingnya kelapa sawit itu untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari kita. Sekalian dalam schok therafi serupa itu, biar konsumen bisa sedikit sadar bila memakai minyak goreng itu tidak cukup baik untuk kesehatan.

Setidaknya, mengapa warga masyarakat tidak berpikir menghentikan saja atau setidaknya mengurangi kegandrungan mengkonsumsi minyak goreng misalnya dengan cara memakan makanan rebus-rebusan saja, seperti singkong rebus, ikan gulai dan panganan kecil lainnya tanpa minyak.

Pokoknya, karena rakyat yang patut disalahkan, maka akan lebih bijak rakyat sendiri yang bersikap menentukan pilihannya sendiri tanpa harus tergantung pada kebijakan pemerintah yang tak lagi wajib untuk searah untuk memenuhi kebutuhan warga masyarakat.

Termasuk kegemaran mengkonsumsi tempe dan tahu yang selalu dihardik oleh ancaman kacang kedele yang langka. Solusinya mungkin rakyat harus banyak mengalah atau lebih tepatnya menaklumi saja ketidakmampuan pemerintah mengendalikan harga bahan pokok ifu yang bisa dijadikan mainan oleh siapa saja, apalagi oleh politisi yang juga birahi menjadi pengusaha atau sebaliknya, pengusaha yang kasmaran ingin menjadi politisi pada musim Pilkada, apalagi Pilpres nanti yang merangsang banyak orang kegatelan, hingga imbasnya menjadikan komoditi pangan rakyat sebagai bagian dari komoditi politik yang juga sangat menjanjikan keuntungan.

Orientasi materi yang terlanjur menjadi filosofis hidup ini hanya bisa ditangkal dengan cara laku spiritual. Mengkonsumsi apa saja seadanya, yang penting halal. Dalam gagasan PGI (Persekutuan Gereja Indonesia) misalnya manusia memerlukan spiritual keugaharian. Jadi pola hidup sederhana itu bisa dijadikan semacam mantra yang mujarab menghadapi gonjang-ganjing politik ekonomi atau sebaliknya, ekonomi politik, seperti kerakusan para politikus kita yang juga ingin menjadi pengusaha atau sebaliknya, para pengusaha yang juga ingin menjadi penguasa dengan membabat habitat politik yang memang telah menjadikan uang sebagai Tuhan.

Dari perspektkf Khatolik, inilah yang dimaksud oleh Kardinal Prof. Suhardjo, bahwa tugas GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) memang berat untuk mengembalikan fitrah manusia yang sudah tersesat di jalan terang akibat terkagum pada budaya kapitalisme dan materialusme yang semakin abai pada nilai-nilai spiritual. Bahkan dalam sergahan Prof. Salim Said, orang Indonesia sekarang tidak lagi takut pada Tuhan. Sebab sumpah dan janji yang cilakukan para pejabat itu, cuma takut pada KPK yang selalu dianggap usil menelisik prilaku mereka yang bejat.

Pendek kata, rakyat selalu siap dan waspada, seperti nasehat bijak Raden Ngabehi Ronggowarsito, mau ikut ngedan di jaman edan ini, harus menjadi keteguhan pilihan hati sendiri. Bagi saya tentu saja cuma bisa menganjurjan saja, jangan pernah menitip hati nuranimu pada pialang dan petualang itu.

Jangan menimbun satu juta liter minyak goreng mereka sangat tega, lebih dari itu nyawa dan harga diri mereka saja bisa dijadikan agunan.

Jadi tinggal pilih, mau ngotot makan goreng singkong, atau cukup makan singkong rebus saja. Sebab kesalahan sudah terlanjur harus jadi tanggungan kita. Jangan pernah menyalahkan pemerintah. Pekerjaannya cukup banyak, termasuk memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta agak tidak lagi kebanjiran di musim penghujan.

Jakarta, 21 Februari 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *