Jakarta, kilometer.co.id – Menyikapi adanya kemajuan jaman terutama menghadapi era Gerakan Nasional Indonesia Kompeten 4:0, dan juga arah pembangunan, Presiden Joko Widodo yang akan menitikberatkan pada pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), maka perlu dibutuhkan masukan-masukan seperti apa bentuk dari pembangunan SDM di era periode keduanya. Perguruan Tinggi sebagai tempat penelitian dan kajian sudah seyogianya menawarkan program dan sekaligus menyediakan sumber dayanya.
Untuk menghadapi hal tersebut, Institut Transportasi dan Logistik (ITL) Trisakti yang berlokasi di JL. IPN Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur, menyelenggarakan Acara Pengarahan tentang Pengembangan Akademik dengan Topik: Penerapan Sistem Kompetensi Nasional dan Internasional Bidang Transportasi dan Logistik pada Jenjang Program Studi Vokasi dan Sarjana Terapan Melalui Pendekatan MEMES (Multi Entry Multi Exit System) dengan Metode Sertifikasi dan Pengakuan Pembelajaran Masa Lampau.
Dr. Ir. Luluk Sumiarso, Msc sebagai pembicara utama, Selasa (28/5) sore itu memaparkan, ada Sembilan Agenda (Nawagenda) Gerakan Nasional Indonesia Kompeten 4.0. Pertama Perbaikan Gizi dan Pengembangan Karakter Sejak Usia Dini, selanjutnya Penataan Sistem Kompetensi Nasional berbasis KNI; Pengembangam Standar Kompetensi dan Kurikulum; Integral Moda Pembelajaran; Struturasasi/formalisasi Pelatihan Kerja dan pengalaman kerja; Sinkronisasi Sertifikasi Kompetensi; Pengembangan Rekognisi dan Pengakuan Kesetaraan Kualifikasi; Sinkronisasi peraturan Perundangundangan dan terakhir; Pembentukan Dekomnas dan Resfungsionalisasi Kelembagaan.
Saat itu terang Luluk, kalau dulu fungsi handphone hanya untuk telepon saja, tetapi bukan seperti sekarang semua sudah lengkap dengan audio dan rekaman. menyikapi hal ini ke depan kebutuhan tenaga kompeten (Disruptive) sangat dibutuhkan.
Pengembangan Siskomnas ini menyangkut unsur-unsur dengan nilai-nilai (value). Sebagai contoh di Caltex diberlakukan nilai-nilai yang ketat dalam manajemen perusahaan. Perlu adanya Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) diberlakukan ke semua profesi. Masalahnya kata Luluk ada beberapa profesi tertentu yang tidak mau di standarisasi.
Meski diakui ujar Luluk masih ada ketidaksambungan antara pendidikan vokasi dan pendidikaan profesi. Ciri umumnya pendidikan tinggi bergelar sedangkan profesi tidak bergelar langsung ke profesi. Nanti pendidikan berbasis vokasi nanti ada standarisasi.
Sebelum Reformasi model kompetensi belum ada. Pasca reformasi sertifikasi masih ketrampilan dan kesempatan kerja. Pertama kali 2001 sertifikasi diterapkan di bidang kelistrikan. Namun secara nomenklatur baru diatur pertama dalam UU Ketenagakerjaan 2002 dan pada tahun 2004 dibentuk BNSP.
Sekarang semua UU menerapkan bahwa setiap pekerjaan wajib disertifikasi tenaga yang kompeten. Sayangnya kemudian lahir UU No 20 / 2004 tentang Standarisasi dan Lembaga Kesesuaian tentang SNI Setifikasi/Akreditasi Lembaga Sertifikasi Personil.
“Sekarang memang mana diambil apakah lewat BNSP atau SNI ini jadi dualisme. Kalau mau aman ya silahkan diambil dua-duanya, meski tentu akan meningkatkan biaya,” ujar alumni Teknik Elektro ITB ini.
Lebih jauh dijelaskan menurut Pasal 9 ayat 3 dan diatur dalam Perpres, penerapan Komisi Kualifikasi Nasional Indonesia (KKNI). Di negara lain, sudah ada juga lembaga sejenis yang bertugas mengawasi secara khusus kompetensi.
Penyempurnaan KKNI adalah terselenggaranya pendidikan yang kredibel dengan parameter. Pengembangan moda pendidikan berbasis kompetensi. Kemudian terselenggaranya pendidikan kredibel dan parameter bersifat “demand driven” berbasis standar dan kualifikasi kompetensi efektif dan efesien, serta mudah diakses masyarakat.
“Kami di Masyarakat Kompeten (Maskom) sudah membuat blue print Peningkatan SDM Nasional kompeten sendiri. Ke depan semua harus duduk bersama lintas sektor dalam standarisasi kompetensi dalam.memajukan sumber daya manusia Indonesia yang kompeten,” ujar mantan Dirjen Kelistrikan ini.
Dengan demikian kita harapkan SDM Indonesia Kompeten 2030. Dalam kaitan itu kita perlu meningkatkan daya saing di pasar kerja global maka dikembangkan “Siskomnas” dengan mengacu KKNI.
Dalam kesimpulannya, Luluk menegaskan Masyarakat Kompetensi (Maskom) mempunyai gagasan dalam menintegrasikan semua kegiatan di bidang kompetensi dalam suatu sistem kompetensi nasional (Siskomnas). Maskom sedang menyiapkan konsep peningkatan kualitas sistem yang diwujudkan dalam Gerakan Indonesia Kompeten 4.0 dengan Sembilan Agenda (Nawagenda).
Untuk itu, ITL Trisakti dapat membentuk semacam Pusat Kompetensi Nasional di bidang Transportasi dan Logistik berbasis STEM melalui MEME yang diharapkan dapat menjadi role model untuk Perguruan Tinggi lainnya.
Sementara meresponi apa yang dipaparkan oleh pembicara utama, Ir. Tjuk Sukardiman rektor ITL Trisakti mengingatkan menghadapi sistem kompetensi nasional tersebut, tentu sudah menjadi kebutuhan yang mendesak agar melahirkan tenaga-tenaga yang berkualitas dalam bidang transportasi dan logistik, baik di tingkat nasional bahkan Internasional. Untuk itu Tjuk sebagai rektor mengajak ITL Trisakti sebagai penyelenggaraan Sistem Kompetensi bidang Transportasi dan Logistik dengan basis STEM melalui MEME, bisa segera membuat program tersebut , sehingga menjadi role model bagi Perguruan Tinggi lainnya.
Dalam acara tersebut selain pembicara utama Dr. Ir. Luluk Sumiarso, MSc selaku Direktur Lembaga Pengembangan Kompetensi Nasional Kemenaker dan BNSP. Acara ini dihadiri pejabat di lingkungan ITL Trisakti seperti Rektor Dr. Ir. Tjuk Sukardiman dan juga para Dekan, Direktur dan Kaprodi di ruang Rektorat ITL Trisakti, dalam acara pengarahan tersebut juga diselenggarakan buka bersama .